Buku Pierre Bourdieu Mengungkap Interaksi Bahasa, Habitus, dan Kekuasaan Dalam Dinamika Politik dan Sosial
- Penulis : Mila Karmila
- Kamis, 08 Mei 2025 00:15 WIB

Pierre Bourdieu. Bahasa dan Kekuasaan Simbolik. Penerbit: IRCISOD. Tebal: 386 hlm.
ORBITINDONESIA.COM - Buku ini menyajikan pemikiran yang sangat khas Bourdieu tentang bahasa dalam relasinya dengan kekuasaan dan politik.
Bourdieu mengembangkan sebuah kritik dahsyat terhadap pendekatan tradisional dalam pendekatan bahasa, termasuk teori linguistik Saussure dan Chomsky, serta teori tindakan-bicara yang dikembangkan oleh Austin dan beberapa pemikir lainnya.
Sebaliknya, Bourdieu berpendapat bahwa bahasa seharusnya dipandang bukan sekadar sebagai sarana komunikasi, melainkan juga sebagai medium kekuasaan, sebab lewat bahasa, para individu mengejar kepentingan dan memamerkan kompetensi praktis mereka.
Oleh karenanya, ujaran atau ungkapan linguistis bisa dipahami sebagai produk relasi antara “pasar linguistik” dan “habitus linguistik”.
Buku ini ditulis oleh salah seorang di antara para pemikir sosial terkemuka masa kini. Dalam satu dan lain hal, buku ini merepresentasikan suatu kontribusi besar bagi studi bahasa dan kekuasaan.
Baca Juga: Buku M. Amin Abdullah Mengkaji dan Membandingkan Pemikiran Etika Al-Ghazali dan Immanuel Kant
Penjelasan Bourdieu membuka sebuah pendekatan baru dalam menjelaskan bagaimana bahasa digunakan di bidang politik, karena politik antara lain adalah arena yang di situ kata-kata adalah perbuatan dan karakter simbolis kekuasaan dipertaruhkan.
Buku ini akan sangat penting bagi para pengkaji yang berkecimpung di ilmu-ilmu sosial dan humaniora, terutama bidang sosiologi, politik, antropologi, linguistik, dan sastra.
Pierre Felix Bourdieu, lahir pada 1 Agustus 1930 dan meninggal pada 23 Januari 2002 (usia 72 tahun). Ia berasal dari keluarga kelas pekerja di desa Denguin di wilayah Prancis Selatan. Ayahnya seorang petani kecil yang kemudian bekerja menjadi pegawai pos dan mendapatkan sedikit pendidikan formal.
Baca Juga: Menbud Fadli Zon Akui Libatkan 100 Sejarawan Dalam Perbarui Buku Sejarah Indonesia
Tetapi, sang ayah mendorong Bourdieu kecil untuk mendapatkan kesempatan pendidikan paling bagus yang ada di Prancis. Bourdieu menuruti keinginan ayahnya. Akhirnya, ia bisa masuk ke salah satu universitas paling istimewa di Paris, École Normale Supérieure. Di kampus itu, ia mempelajari filsafat lewat bimbingan pemikir marxis terkenal, Louis Althusser.
Setelah mendapatkan gelar doktor, Bourdieu mengajar di Algiers, Aljazair, pada tahun 1958. Pada waktu itu, Aljazair termasuk koloni Prancis, tetapi sedang berlangsung Perang Kemerdekaan Aljazair. Selama di sana, Bourdieu melakukan penelitian lapangan etnografi orang-orang Kabilia, suku asli paling besar di Aljazair.
Berdasarkan penelitian itu, ia mempublikasikan buku pertamanya, The Aljazairns, yang kemudian menuai sukses. Dengan data penelitian itu pula, ia menulis Outline of a Theory of Practice, salah satu buku yang mengandung pernyataan- pernyataan teoretis pertamanya yang paling berpengaruh.
Baca Juga: Buku Johann Wolfgang von Goethe tentang Faust, yang Menantang Tuhan dan Iblis Sekaligus
Reputasi Bourdieu melesat tinggi sebagai salah seorang ahli teori sosial, sehingga ia pun diangkat menjadi direktur studi di École Pratique des Hautes Études. Dan, pada 1981, ia diangkat sebagai Chair of Sociology di Collège de France.
Bourdieu adalah penulis akademis yang sangat subur. Selama kariernya, ia mempublikasikan lebih dari 25 buku dan lebih dari 300 artikel serta esai. Ia juga seorang intelektual publik yang menonjol di Prancis.
Ia berpidato dan mengadakan aksi protes melawan apa yang disebutnya sebagai aspek tidak adil dan eksploitatif dari kebijakan ekonomi neoliberal dan globalisasi. Di akhir hayatnya, Bourdieu dikenal sebagai salah seorang akademisi paling besar Prancis dan teoretisi ilmu sosial paling berpengaruh di dunia.***