MER-C: Jalur Gaza Hadapi Krisis Kemanusiaan Parah Akibat Blokade Israel
- Penulis : Mila Karmila
- Selasa, 06 Mei 2025 00:15 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Organisasi kemanusiaan Medical Emergency Rescue Committee atau MER-C menyebutkan bahwa Jalur Gaza saat ini menghadapi krisis kemanusiaan yang sangat parah akibat blokade Israel terhadap daerah kantong tersebut.
Osama Qudeih, Dokter Pediatri di Klinik Al Aqsa B di Al-Mawassi, Gaza Selatan, yang dikelola MER-C bersama Kementerian Kesehatan (MoH) Palestina, sebagaimana rilis pers MER-C pada Senin, 5 Mei 2025 melaporkan, sebagian besar pasiennya adalah anak-anak yang kekurangan gizi, baik pada tahap awal maupun tahap yang sangat mengkhawatirkan.
Dari sekitar 200 kasus yang ditanganinya di Gaza, 40 hingga 50 di antaranya merupakan kasus malnutrisi serius. "Kasus malnutrisi terutama terjadi pada anak-anak di bawah usia dua tahun, dengan penyebab utama berupa melemahnya sistem kekebalan tubuh mereka," katanya.
Baca Juga: Inggris Pada Sidang ICJ Wajibkan Israel Cabut Blokade Atas Bantuan Kemanusiaan untuk Gaza
"Hal itu juga disebabkan oleh kurangnya (defisiensi) berbagai ketersediaan jenis makanan," imbuhnya. Ia mengatakan kelangkaan dan tidak adanya susu formula bayi di pasaran berdampak sangat signifikan.
"Beberapa gejala yang muncul antara lain adalah penurunan berat badan, di mana dalam banyak kasus dapat menjadi sangat berbahaya," kata Osama.
Untuk menangani kondisi tersebut, sebelumnya Kementerian Kesehatan memberikan suplemen gizi secara rutin ke klinik tersebut. Namun, stok yang tersedia mulai menipis karena kebutuhan terus meningkat dan pasokan di pasaran semakin terbatas.
Baca Juga: Kapal Sipil Pembawa Bantuan ke Gaza Diserang Drone di Perairan Internasional Dekat Pulau Malta
Basel Al-Basyouni, Dokter Spesialis Ortopedi di Rumah Sakit Indonesia, mengatakan kondisi kelaparan juga sangat terasa di wilayah utara Jalur Gaza.
Dia menyebutkan bahwa wilayah itu saat ini menderita kelaparan luar biasa di tengah genosida yang dilakukan oleh pasukan pendudukan Israel.
Selain serangan udara yang menyasar lembaga masyarakat, tempat tinggal warga sipil, dan gudang penyimpanan makanan, blokade yang terus berlanjut menyebabkan lonjakan harga bahan pangan yang drastis.
Baca Juga: Komisi Uni Eropa Desak Israel Cabut Blokade, Buka Akses Bantuan Kemanusiaan ke Jalur Gaza
Dampak negatifnya bisa dirasakan oleh penduduk Gaza, khususnya para pencari nafkah. "Sebagai pencari nafkah bagi keluarga, saya menghadapi kesulitan ekstrem dalam memenuhi kebutuhan makanan pokok anak-anak saya, karena kurangnya sumber pendapatan," kata Basel.
"Bahkan kalaupun saya mampu membeli kebutuhan mereka, saya merasa kesulitan berinteraksi dengan anak-anak saya, terutama anak-anak saya yang masih kecil, karena saya merasa tidak dapat menyediakan makanan yang cukup layak bagi mereka," imbuhnya.
Keluarganya saat ini hanya mampu makan sekali sehari. Dr. Basel bahkan harus membagi sepotong roti kepada seluruh anggota keluarganya.
Baca Juga: Militer Israel Mobilisasi Massal Pasukan Cadangan Jelang Perluasan Serangan ke Gaza
Semua kebutuhan rumah tangga masyarakat, seperti persediaan bahan makanan dan makanan kaleng, telah habis. Situasi tersebut menimbulkan banyak anak yang kekurangan gizi. Berat badan mereka mengalami penurunan antara 5 hingga 10 kilogram.
Sebagai dokter ortopedi yang banyak menangani korban serangan Israel, ia mengamati bahwa kekurangan gizi menyebabkan penyembuhan luka pasien menjadi sangat lambat atau bahkan gagal.
"Pasien-pasien ini membutuhkan nutrisi yang sehat dan makanan yang mengandung protein, vitamin, karbohidrat, dan gula. Dulu, luka-luka seperti itu dapat sembuh dalam waktu singkat, tetapi sekarang memerlukan waktu dua kali lipat atau lebih lama untuk pulih," katanya.
Baca Juga: Sangat Kritis, Rumah Sakit di Jalur Gaza Cuma Punya Bahan Bakar Tiga Hari ke Depan
Ia juga menyampaikan banyak pasien saat ini mengalami kulit pucat (pallor), kelemahan umum dan anemia, yang menyebar hampir ke seluruh pasien. Sistem kekebalan tubuh yang lemah menyebabkan penyebaran infeksi dan epidemi makin sulit dicegah.
"Kami bahkan hampir tidak dapat menjalankan tugas kami secara menyeluruh akibat rasa lelah yang sudah akut," katanya.
Ia mengaku telah kehilangan sekitar 30 kilogram berat badan, dan rekan-rekannya mengalami kondisi yang sama karena kurangnya makanan, terutama daging.
Baca Juga: UNRWA: Situasi Kemanusiaan di Gaza "di Luar Imajinasi," Sangat Parah di Luar Batas Kemanusiaan
"Keputusasaan dan rasa tidak ada harapan mulai menguasai kehidupan profesional kami, yang berdampak negatif, khususnya pada pasien yang sedang terluka, dan masyarakat pada umumnya," demikian kata Basel.***