Catatan Denny JA: Agama Leluhur yang Tersingkir di Negerinya Sendiri
- Selasa, 14 Januari 2025 08:32 WIB
Kehancuran Wale Paliusan bukan hanya kehilangan fisik, tetapi juga simbol hilangnya ruang bagi komunitas untuk menjalankan ritual dan menjaga identitas mereka.
Melalui “Clara dan Ingatan Tua di Minahasa,” kita diajak untuk menghargai dan melestarikan keragaman budaya serta kepercayaan yang ada. Itu bagian integral dari identitas bangsa Indonesia.
-000-
Lebih dari 180 agama leluhur lahir di Nusantara, merefleksikan jiwa bangsa yang berpadu dengan alam dan leluhur.
Namun, agama-agama ini sering terpinggirkan, tertelan arus modernisasi dan diskriminasi. Padahal, merawat agama leluhur bukan hanya soal menjaga minoritas, tetapi soal melestarikan identitas, harmoni, dan kebijaksanaan bangsa.
Pertama, agama leluhur adalah bagian tak terpisahkan dari identitas Nusantara. Dari Kaharingan hingga Marapu, setiap tradisi membawa warisan budaya yang memperkaya keberagaman kita. Kehilangannya berarti hilangnya fragmen penting dari sejarah bangsa.
Kedua, menghormati agama leluhur membangun harmoni sosial. Diskriminasi hanya menciptakan luka sosial yang mengancam persatuan. Inklusi agama leluhur menguatkan semangat Bhinneka Tunggal Ika, di mana perbedaan dirayakan, bukan diseragamkan.
Ketiga, agama leluhur menyimpan kebijaksanaan ekologis yang relevan di tengah krisis modern. Dari cinta pada alam hingga spiritualitas yang mendalam, tradisi ini menawarkan panduan moral yang berharga.
Memang dalam 10 tahun terakhir sudah ada perbaikan pendekatan kepada agama leluhur. Langkah kecil menuju keadilan telah diambil: agama leluhur kini dapat dicantumkan di kolom kepercayaan KTP.
Sebuah pengakuan simbolis yang tak ternilai bagi mereka yang sekian lama berada di pinggir sejarah. Namun, langkah ini baru awal, bukan akhir.