DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Agama Leluhur yang Tersingkir di Negerinya Sendiri

image
Ilustrasi (Istimewa)

Puisi ini menyoroti tantangan yang dihadapi komunitas penghayat kepercayaan dalam mempertahankan tradisi dan identitas mereka di tengah intoleransi.

“Pagi itu langit cerah
Namun wajah Clara dan Ivan terlihat murung
Bangunan Wale Paliusan di hadapan mereka sudah hancur berkeping-keping.

Kabar yang viral di media sosial menyebutkan,
Kemarin malam ada orang yang mengaku aktivis gereja
Merusak bangunan itu.

Ia menganggap Wale Paliusan adalah tempat
Perkembangan aliran sesat.

Ban-ban bekas dibakar di dalam bangunan
Bahkan pohon kelapa di sampingnya ditebang dan dirobohkan
Menimpa bangunan.

Si perusak mengaku mendapat dukungan dari masyarakat.”

Puisi esai ini juga mengangkat isu intoleransi dan diskriminasi yang dialami oleh komunitas penghayat kepercayaan di Indonesia.

Meskipun konstitusi menjamin kebebasan beragama, kenyataannya masih ada kelompok yang mengalami persekusi dan marginalisasi.

Perusakan Wale Paliusan mencerminkan kurangnya penghormatan terhadap keragaman budaya dan kepercayaan yang seharusnya menjadi kekayaan bangsa.

Melalui narasi Clara dan Ivan, puisi ini menggambarkan betapa rapuhnya warisan budaya leluhur di tengah arus modernisasi dan intoleransi.

Halaman:

Berita Terkait