IN MEMORIAM: Rm. A. Benny Susetyo (1968-2024)
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Senin, 07 Oktober 2024 00:03 WIB
Dulu, sebelum reformasi 1998, Gus Dur selalu mengajak Benny untuk diskusi atau ceramah di pesantren atau komunitas Islam. Sebaliknya, Gus Dur pun mampir, makan siang atau makan malam, di Pastoran Situbondo. Setiap Lebaran Benny Susetyo bersama sejumlah rohaniawan Katolik, Protestan, serta Konghuchu bersilaturahmi ke rumah-rumah para tokoh Islam.
Semua yang dialami dan direfleksikan itu kemudian dijadikan bahan tulisan olehnya. Adapun sang mentor yang dahulu menyemangati Benny untuk biasa menuliskan pikirannya adalah Rm. Mangunwijaya sendiri.
''Saya diimbau oleh Romo Mangunwijaya agar membuat tulisan tentang apa yang saya alami di Situbondo,'' kenang Benny atas pastor praja multitalenta yang dikaguminya itu. Pada tulisannya orang menemukan jejak-jejak pemikiran humanisme Mangunwijaya juga.
Dua Belas Tahun di KWI
2002 hingga November 2013 Benny ditugaskan pada Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), paguyuban para Uskup se-Indonesia, sebagai sekretaris eksekutif Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan (HAK). Sekali lagi posisi ini memungkinkan ia bergerak ke mana-mana dan membentuk aneka jejaring yang menembus sekat-sekat agama, kepercayaan, serta latar belakang lainnya.
Karya khusus ini ia tekuni dengan setia. “Yah, saya mendapat penugasan sebagai pastor bidang kategorial. Tidak mengurusi umat di gereja lagi. Saya berusaha melaksanakan itu dengan sebaik-baiknya,'' ujarnya.
Begitu misalnya, searah dengan dengan perhatian KWI pada tahun 2008 tentang lingkungan hidup, khususnya pengelolaan sampah, Benny pernah berkata, soal ekologi kini sudah menjadi masalah bersama yang memerlukan langkah politik yang berkelanjutan.
"Jangan lupa, kerusakan lingkungan yang terjadi sekarang lebih disebabkan oleh budaya serakah," sebutnya. Mengapa keserakahan terjadi? Mengapa perusahaan-perusahaan raksasa menggunduli hutan dan mengeksploitasi alam untuk pertambangan?
Ini semua, kata Benny, hanya bisa distop oleh para penyelenggara negara yang punya moral dan hati nurani. "Selama masih ada korupsi, izin bisa dibeli, politik masih transaksional, maka kehidupan akan rusak. Dan itu merupakan dosa sosial yang sangat berat," katanya.
Di sini repotnya. Sudah sejak 1998 Reformasi dicanangkan, namun korupsi dan politik duit tetap saja berjalan. Benny mengaku harapannya pada gerakan Reformasi yang sudah berlangsung selama ini telah pupus. Reformasi bukannya membawa kebaikan, tapi justru menimbulkan persoalan baru yang tak kalah kompleks.