Praktisi Transportasi Minta Pelarangan Truk Logistik Sumbu 3 Saat Hari-hari Besar Keagamaan Mulai Dihapuskan
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Selasa, 03 September 2024 20:39 WIB
Dia mengutarakan, jumlah truk di Indonesia ada 5 juta truk. Dari jumlah tersebut, truk sumbu 3 atau lebih itu banyaknya hanya sekitar 20 persen dari total truk yang ada di Indonesia.
“Nah, kalau ini dilarang, akan berdampak pada kelancaran produksi dan akan berdampak terhadap perekonomian kita. Karena, mereka itu juga ikut melancarkan perputaran ekonomi kita. Jadi, kalau dihambat, perekonomian juga akan terhambat,” ucapnya.
Dia menegaskan, baik pemudik dan truk-truk logistik harus sama-sama diprioritaskan pada musim mudik di saat libur hari-hari besar keagamaan. “Pemudik dan truk harus keduanya jalan. Dua-duanya harus jalan. Bukan salah satu dikorbankan,” tandasnya.
Katanya, jika hanya pemudik yang didahulukan akan terjadi kesulitan barang di daerah-daerah. Begitu juga sebaliknya, kalau pemudik yang dikorbankan, pemudik kehilangan momen untuk merayakan hari besar keagamaan di kampung halamannya. “Itu artinya, keduanya harus bisa diakomodir bersamaan dan itu menurut saya bisa dilakukan,” ujarnya.
Jadi, tegasnya, perlu adanya kajian ulang untuk pengaturannya bagaimana cara melancarkan arus mudik yang bersamaan dengan arus barang/logistik.
“Tidak boleh logistik berhenti. Di sebagian besar seluruh negara dunia, semua logistik mereka juga tetap jalan kok semua meski ada hari-hari besar keagamaan. Intinya, jika logistik berhenti maka perekonomian akan berhenti juga,” katanya.
Sebelumnya, pakar transportasi dari Institut Transportasi & Logistik Trisakti, Suripno mengatakan, selama ini belum ada bukti yang mengemuka di media-media mengenai kajian dari Kemenhub berapa besar kerugian ekonomi yang disebabkan kebijakan pelarangan tersebut.
Kalau ada larangan-larangan terhadap angkutan logistik, menurutnya, prinsip kerugian ekonomi yang ditimbulkannya juga harus dihitung. Padahal, lanjutnya, kalau barang dihentikan misalkan tiga hari saja, itu sudah terdampak terhadap perekonomian. “Apa Kemenhub mau bertanggung jawab terhadap kerugian ekonominya, kan tidak?” pungkasnya.
Jadi, menurut mantan Direktur Keselamatan Kementerian Perhubungan ini, jika Kemenhub berani menghentikan angkutan logistik tersebut, mereka juga harus memiliki hitung-hitungan ekonominya. “Mereka kan bisa minta bantuan ke perguruan tinggi untuk menghitung akibatnya,” tambahnya.***