Alwi Shihab Melihat Intoleransi di Indonesia Mengkhawatirkan
- Penulis : Krista Riyanto
- Sabtu, 06 Juli 2024 07:38 WIB
Ketiga, kompetensi kolaborasi yaitu seseorang bisa berkolaborasi untuk membangun suatu masyarakat yang harmonis dan inklusif.
“Tidak bisa diragukan bahwa semua ini, semua usaha untuk menciptakan masyarakat yang plural tetapi inkusif, tidak bisa tidak harus melalui pendidikan. Tanpa pendidikan, kita jauh di belakang untuk mencapai cita-cita ini,” tegasnya.
“Pendidikan adalah kata kunci, tanpa pendidikan sulit untuk kita menembus pemikiran orang-orang yang terindikasi atau terpengaruh oleh pandangan-pandangan radikal, yang semua itu juga didasarkan kepada tokoh-tokoh agama yang keras,” katanya.
Hasil survei pada 2018, katanya, memperlihatkan bahwa sekitar 50 persen guru agama terindikasi intoleran, yang kemudian hasil survei itu menginspirasi Institut Leimena untuk menyelenggarakan program LKLB tersebut.
“Ini bahaya sekali. Kalau guru agama intoleran, mereka (murid) ini akan menjadi pemimpin-pemimpin kita di pada masa yang akan datang, apa jadinya Indonesia kalau tidak kita secara kolektif bertanggung jawab untuk mengatasi hal ini,” ujarnya.
Alwi Shihab menekankan bahwa semua pihak, termasuk kementerian, universitas, dan masyarakat bertanggung jawab atas keselamatan bangsa Indonesia itu sendiri.
“Well-being of our nation ini harus kita ciptakan melalui hubungan yang saling menghormati, bisa menerima perbedaan, dan tidak menghakimi sendiri,” tegasnya.
Kementerian Luar Negeri bekerja sama dengan Institut Leimena untuk menyelenggarakan LKLB pada 10-11 Juli 2024 di Jakarta dengan tema “Multi-faith Collaborations in an Inclusive Society”.
Konferensi tersebut berfokus pada pemahaman akan kolaborasi multi agama dimana orang-orang dari berbagai agama dan kepercayaan bisa saling belajar dan bekerja sama, dengan tetap mengakui dan menghormati perbedaan agama dan kepercayaan mereka, dalam mengatasi masalah-masalah yang menjadi perhatian bersama. ***