Yang Tercecer di Era Kemerdekaan (4): 50 Tahun Kututup Rahasia Itu Rapat-rapat
- Penulis : Krista Riyanto
- Senin, 06 Mei 2024 08:01 WIB
Oleh Denny JA
ORBITINDONESIA.COM - Di tahun 1992, dunia gempar. Seorang gadis Belanda yang lahir di Indonesia membuka rahasianya. Di tahun 1942-1945, lima puluh tahun lalu, bersama yang lain, ia pernah dipaksa menjadi gadis penghibur ntuk tentara Jepang.
-000-
Baca Juga: Yang Tercecer di Era Kemerdekaan (1): Jangan Panggil Aku Gadis Penghibur
Tangan Anie gemetar.
Ibu memberinya sebuah naskah yang tertutup plastik.
“Bacalah tulisan ini ketika kau di atas pesawat saja.
Baca Juga: Yang Tercecer di Era Kemerdekaan (2): Rara Masih Mencari Sari
Ku ingin kau orang pertama, yang mengetahuinya.”
Saat itu, Anie hendak terbang,
Baca Juga: Yang Tercecer di Era Kemerdekaan (3): Mencari Makam Nenek
ke luar kota.
“Ada apa, Ibu?”
Tanya Anie di dalam hati.
Sejak lama ia melihat awan bergelayut di mata ibu.
Sejak dulu Anie merasa,
ada misteri dibalik rasa murung Ibu yang acap kali datang.
“Astaga! Ampun, Ibu!
Ya Tuhan. Wah, wah, wah.
Kalimat ini berulang Anie ucapkan.
Air matanya tumpah di atas tulisan itu.
Badan Anie bergetar.
Seolah puluhan burung hantu dari masa silam,
terbang bising di dalam pesawat, mundar, mandir.
Anie tutup kupingnya.
Ia hanya ingin menangis saja.
Tulis ibunya,
“aku memberanikan diri bicara,
setelah ku tonton TV.
Tiga gadis Korea bersaksi di PBB.
Mereka pernah dipaksa menjadi gadis penghibur tentara Jepang.
Ibu harus juga bersaksi.
Setelah 50 tahun ibu tutup rapat-rapat kisah ini.
Tak ada yang tahu.
Ayahmu tak tahu.
Nenek dan kakekmu tak tahu.
Tahun 1942, usia ibu 17 tahun.
Walau kakekmu orang Belanda,
nenek orang Sunda.
Ibu lahir dan besar di Bandung.
Ketika Jepang menduduki Indonesia,
dan Belanda dikalahkan,
Ibu dan tiga wanita lainnya, diculik Jepang.
Ibu dipindahkan ke Kota Semarang.
Awalnya, ibu dijanjikan hanya bekerja saja, menghidupkan tempat hiburan.
Di usia 17 tahun, di kamar yang sempit itu, Ibu berulang-ulang diperkosa tentara Jepang.
Dalam satu hari,
5-10 tentara bergiliran memperkosa Ibu.
Ibu selalu melawan.
Tapi ibu ditampar, dipukul, diinjak-injak dengan sepatu lars.
Lama ibu mengalami trauma.
Nama ibu dan teman- teman lain diganti dengan nama bunga.
Ibu sempat membenci bunga.
Setelah Jepang pergi,
Ibu sempat ke gereja, ingin menjadi biarawati.
Tapi suster kepala berhasil mengorek masa lalu ibu.
Ibu pun ditolak.
Ibu sempat panik setiap datang malam.
Tentara Jepang datang ke kamar ibu di malam hari.
Beberapa lama, ibu tak bisa tidur di ranjang.
Mereka menyiksa ibu di atas ranjang.
Beberapa kali Ibu ingin bunuh diri.
Tapi seorang lelaki, mantan tentara Inggris, datang mengisi hati ibu.
Ia Ayahmu.
Kadang Ibu sedih,
Ayahmu tak benar-benar tahu siapa ibu sebenarnya.
Sejak lima tahun ibu berperang di batin.
Haruskah rahasia ini ibu bawa sampai mati?
Akhirnya ibu yakinkan diri.
Ibu akan menulis buku.
Dunia perlu tahu.
Sejarah harus beri pelajaran.”
Ibu Anie bernama Sonya (1).
Sejak buku kesaksiannya terbit, Sonya pembicara di banyak negara,
mendapatkan penghargaan hak asasi manusia di luar negeri.
Anie kuat-kuatkan hati ibu.
Tapi Ayah berbeda.
Ayah marah karena ibu tidak berterus terang.
Ayah kini pergi entah kemana.
Kata Ibu,
ini risiko yang harus ibu pikul.
Anie masih terpana.
Bagaimana mungkin?
Lima puluh tahun ibu menutup rahasianya rapat-rapat.
Tapi tetap ada yang tak bisa ibu tutup.
Sejak dulu,
setiap Anie tatap mata ibu,
menatap dalam dalam,
Ia mendengar longlongan burung,
sedih, pilu, meraung panjang, terhimpit batu-batu besar.
Burung itu kini sudah terbang bebas,
sudah bersaksi kepada langit yang luas. ***
Jakarta, 6 Mei 2024
CATATAN:
(1) Kisah ini diinspirasi oleh pengalaman hidup Jan Ruff O'Herne:
https://www.nytimes.com/2019/09/10/world/australia/jan-ruff-oherne-dead.html