Pakar Kesehatan Bagikan Syarat Anak Dengan Autisme Bisa Belajar di Sekolah Inklusif, IQ Harus di Atas 70
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Jumat, 26 April 2024 03:10 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Dokter Hardiono D. Pusponegoro, membagikan beberapa syarat anak dengan autisme bisa belajar di sekolah inklusif.
Dalam sebuah diskusi tentang autisme di Jakarta, Kamis, 25 April 2024, Hardiono mengatakan, syarat pertama yang harus diperhatikan sebelum memasukkan anak dengan autisme ke sekolah inklusif ialah intelligence quotien (IQ), tingkat kecerdasan intelektual, di atas angka 70.
“Nomor satu, IQ dia mesti cukup untuk masuk ke sekolah inklusif, IQ-nya itu perlu di atas 70,” kata Hardiono, tentang persyaratan bagi anak dengan autisme.
Apabila IQ anak dengan autisme berada di bawah angka 70, maka dia bisa disebut sebagai disabilitas intelektual, yaitu fungsi adaptif anak berkurang yang bisa menyebabkan kesulitan bertemu atau berbaur dengan banyak orang.
Baca Juga: Dokter Anak Tegaskan, AMDK Galon Guna Ulang Tak Sebabkan Autisme
Kondisi tersebut membuat anak disarankan masuk ke sekolah khusus dibandingkan sekolah inklusif, supaya mendapat bimbingan dan materi belajar yang lebih tepat.
Syarat kedua yang dia sebutkan, yakni anak dengan autisme mempunyai perilaku baik sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan oleh sekolah. Misalnya, anak tidak berperilaku kasar dan memiliki kemauan belajar yang tinggi.
“Anak harus berperilaku bagus, bisa adaptasi dengan lingkungan. Tidak memukul, menggigit atau menusuk teman-temannya, ya. Kalau tidak, sekolah enggak ada yang mau menerima anak itu nanti,” kata Hardiono.
Baca Juga: Wakil Ketua KND Deka Kurniawan Paparkan Perbedaan Autisme dengan Hiperaktif Menurut Sumber Ahli
Anak dengan autisme diharapkan bisa berbicara dengan bahasa yang jelas meski hanya sedikit dan bisa berkomunikasi bersama teman-teman di sekolah agar pembelajaran dapat berjalan dengan lebih nyaman bagi kedua pihak.
Hardiono menekankan, sekolah tidak boleh mengabaikan atau memberikan perilaku yang tidak adil terhadap murid dengan kebutuhan khusus maupun autisme. Apabila ada kekurangan, para guru dapat dengan sabar menciptakan ruang belajar yang baik untuk anak-anak.
“Masuk sekolah itu seperti anak biasa saja. Kalau dia ada yang kurang, misal kayak anak sekarang nilai matematikanya kurang, guru bisa kasih mereka bantuan les, atau mungkin anaknya tiba-tiba mau jalan-jalan, dibawa saja keluar dulu main trampolin sebentar,” kata dia.
Baca Juga: Dokter Spesialis Anak Mesty Ariotedjo: Jaga Asupan Gula Anak Saat Libur Lebaran 2024
Sebagai bentuk pendampingan pada anak autisme maupun berkebutuhan khusus, dia tidak menyarankan sekolah untuk menggunakan konsep shadow teacher, yakni seorang guru yang selalu berada di sisi anak untuk menjaganya.