Berthold Damshäuser: Pilpres 2024, Pandangan Seorang Pengamat dari Jerman
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Sabtu, 13 April 2024 04:26 WIB
Pemikiran ini telah terbentuk dalam diri saya sejak mengalami kejutan atas langkah Jokowi pada 2019. Setelah itu, saya harap, saya telah melepaskan naivitas politik dan tidak akan terkejut jika di masa depan terjadi hal serupa.
Misalnya, jika Gibran Rakabuming Raka, yang akan mendirikan partai baru dan mencalonkan diri sebagai presiden, memilih Anies Baswedan atau Ganjar Pranowo sebagai calon wakilnya. Atau memilih orang yang lebih tidak diduga, barangkali Ibu Megawati, supaya ada semacam koalisi antara partai barunya Gibran dan PDIP.
Atau, bahkan memilih ayahnya sendiri sebagai wakilnya dengan alasan yang sangat bisa dimengerti. Yaitu, ingin membahagiakan ayahnya, yang akhirnya kembali bisa menjadi presiden, karena seorang wakil presiden juga semacam presiden.
Lalu, bagaimana dengan demokrasi Indonesia? Terancamkah ia seperti yang dikhawatirkan oleh banyak cendekiawan dan akademisi? Dan apakah kita akan melihat munculnya "Orba" baru di Indonesia?
Jawaban saya: Mustahil, selama tidak ada peristiwa besar seperti perang atau krisis ekonomi parah yang diiringi krisis pangan, dan sebagainya, mirip dengan kondisi pada 1998 yang memungkinkan dan menyebabkan pergantian sistem.
Terlepas dari kenyataan bahwa perlu prasyarat utama untuk perubahan sistem (meninggalkan demokrasi atau menjauh dari bentuk demokrasi yang sekarang), ada dua alasan lain untuk kemustahilan itu:
Baca Juga: Mochamad Afifuddin: KPU Siapkan Strategi untuk Hadapi Gugatan Sengketa Pemilu di Mahkamah Konstitusi
Pertama, para elite politik dan ekonomi (oligarki) di Indonesia telah menerima bentuk demokrasi yang ada, telah menyesuaikan diri kepadanya, dan tidak merasa dirugikan olehnya, sehingga mereka tidak memiliki motivasi untuk mengubah sistem.
Kedua, andai pun ada upaya demikian, akan digagalkan oleh masyarakat sipil yang telah berkembang menjadi sangat kuat. Ini seperti yang terbukti setiap hari oleh pers yang kritis, cendekiawan, akademisi, mahasiswa, aktivis, dan juga oleh masyarakat luas Indonesia.
Maka, demokrasi di Indonesia dalam keadaan aman, walau tidak bisa diabaikan kemungkinan akan ada upaya tertentu dari pemerintah untuk melemahkan atau “menggangu” demokrasi. Namun, dampak dari proses itu tidak akan terlalu berat. Menurut sejumlah pengamat kritis, proses demikian telah dimulai sejak beberapa tahun.
Sedikit komentar tambahan tentang suara yang begitu prihatin dan alarmis, sehubungan dengan “terancamnya” demokrasi di Indonesia: Terkadang terkesan, ada pihak yang lebih peduli dengan demokrasi daripada dengan rakyat (demos).