Abustan: Wajah Rakyat di Puncak Pemilu
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Senin, 19 Februari 2024 16:44 WIB
Karena itu, catatan di atas cukup menggoreskan hati, ketika seluruh inci kehidupan rakyat mengalami gangguan "intervensi" oleh kekuasaan yang pada gilirannya hanya menumbuhkembang keterbelakangan rakyat dari pendidikan politik.
Hal itu bisa dilihat, bagaimana dominasi dan kedigdayaan hasil pemilu pilpres, rakyat harus dicekoki hasil pemilu melalui kemajuan/lompatan tekhnologi yaitu quick count.
Padahal, 15 tahun yang lalu undang-undang nomor 42 tahun 2008 tentang pemilu. Di mana quick count dilarang diumumkan pada saat pemungutan suara pilpres, kecuali hanya boleh diumumkan paling cepat sehari setelah pencoblosan.
Baca Juga: Abustan: Terbuka - Tertutup, Apa yang Kau Cari
Lalu kemudian mengalami perubahan lagi yang membolehkan dalam undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Untuk itu, kekisruhan soal quick count haruslah menjadi catatan perbaikan (reformasi) UU Pemilu ke depan.
Dengan menggunakan instrumen hukum yang memadai, memaksimalkan fasilitas, sumber daya yang melimpah, dana sangat besar setiap kali pesta demokrasi, maka seharusnya diharapkan ada peningkatan kualitas yang bisa membahagiakan rakyat dalam pelaksanaan pemilu pilpres.
Namun, alih-alih digunakan untuk membahagiakan pemilik kuasa/daulat negara, pemerintah justru lebih menyukseskan kelanjutan kekuasaannya. Akhirnya yang nampak kepermukaan adalah proses relasi kuasa.
Baca Juga: Dr Abustan: Tegak Lurus Konstitusi
Dan, pada titik ini partai pun terjebak pada rencana pragmatis. Akibatnya akan terus menerus terkungkung dalam jerat kekuasaan yang menyesatkan.
Aspek lain, juga bisa di tilik pengentalan kondisi ekonomi rakyat "tidak sedang baik-baik saja". Ragam persoalan mengemuka, hal itu bisa dilihat dari tekanan kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Kita tak mendengar partai yang punya nurani untuk menyuarakan suara hati para pedagang kecil di pasar tradisional. Serta berbagai kebutuhan-kebutuhan mendasar dari masyarakat yang perlu disuarakan, sebagai wujud "wajah rakyat kecil".
Baca Juga: Dr Abustan: Pemilu dan Kualitas Pemimpin
Karena itu, dilema dan problematik dinamika demokrasi pasca pemilu pilpres ini segera berlalu, kita berharap akhir cerita pemilu pilpres senantiasa dipenuhi jargon serta pesan moral dalam formula happy ending pemilu yang sarat kearifan dan keadaban.