DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Diskusi Satupena, Wahid Supriyadi: Diplomasi Ekonomi Masih Berada di Bawah Diplomasi Budaya

image
Wahid Supriyadi tentang ilomasi budaya di acara diskusi Satupena.

ORBITINDONESIA.COM - Kekuatan Indonesia itu terletak pada budaya. Banyak orang menggunakan diplomasi ekonomi, tetapi saya percaya diplomasi ekonomi itu masih berada di bawah diplomasi budaya. Hal itu dikatakan diplomat senior Wahid Supriyadi

Wahid Supriyadi menyatakan hal tersebut sebagai pembicara dalam diskusi bertema Diplomasi Berbasis Budaya. Diskusi itu berlangsung di Jakarta, Kamis malam, 20 Juli 2023. 

Diskusi yang menghadirkan Wahid Supriyadi itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai Denny JA. Diskusi itu dipandu oleh Swary Utami Dewi.

Baca Juga: Dr KH Amidhan Shaberah: Hijrah dan HAM

Wahid Supriyadi adalah diplomat karier yang pernah menjadi Duta Besar RI di Uni Emirat Arab serta Rusia. Berdasarkan pengalamannya, Wahid menyatakan, ketika ia menggunakan pendekatan budaya itu, banyak orang asing tersentuh.

Menurut Wahid, ia pernah ditanya oleh orang di Rusia, mengapa Indonesia bisa tetap bersatu padahal sangat beragam, terdiri dari begitu banyak suku, agama, bahasa, dan sebagainya.

“Hal ini tidak pernah ditanyakan oleh kita di Indonesia, karena seolah-olah persatuan itu ya sudah gifted, begitu saja. Awalnya, saya juga tak tahu bagaimana menjawab pertanyaan orang Rusia itu,” ujar Wahid.

Namun, kata Wahid, ia lalu menjawab dengan kisah tentang Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, ketika pemuda dari berbagai suku dan daerah berkumpul. Mereka mendeklarasikan: satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.

Baca Juga: Profil Lengkap Cinta Mega, Anggota DPRD DKI Jakarta yang Diduga Main Game Ternyata dari Fraksi PDIP

Menurut Wahid, soal satu bahasa persatuan inilah yang luar biasa. Di banyak negara, bahasa etnis mayoritas sering dipaksakan jadi bahasa nasional. Seperti di India, Filipina, dan Banglades.

Bahkan, di Banglades sampai terjadi perang gara-gara masalah bahasa ini. “Ketika terjadi masalah, mereka kembali ke bahasa Inggris,” tutur Wahid.

Di Indonesia, tidak demikian halnya. Yang dijadikan bahasa persatuan adalah bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu. Padahal, bahasa Melayu hanya dituturkan sekitar 5 juta orang ketika itu.

“Dan 40 persen warga Indonesia saat itu adalah orang Jawa. Tetapi orang Jawa tidak pernah memaksakan agar bahasa Jawa dijadikan bahasa nasional,” ujar Wahid.

 Baca Juga: Inilah Daftar Harga Tiket Oppenheimer Bioskop XXI Film terbaru Robert Downey Jr, di Kawasan Kota Bandung

“Karena orang Jawa juga tahu, bahwa bahasa Jawa itu tidak mudah dipelajari. Ada tingkatan-tingkatannya. Bahkan, anak saya sudah tidak bisa lagi bicara bahasa Jawa,” kata Wahid.

Menurut Wahid, bahasa Jawa lebih banyak digunakan untuk bahasa percakapan dan informal. Kalau untuk penggunaan formal, sulit. ***

 

Berita Terkait