DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Satrio Arismunandar: Hubungan Antara Agama dan Ekologi Bersifat Kompleks dan Punya Banyak Sisi

image
Satrio Arismunandar tentang agama dan ekologi di diskusi Satupena.

ORBITINDONESIA.COM –  Hubungan antara agama dan ekologi atau lingkungan hidup bersifat kompleks dan punya banyak sisi (multifaset). Hal itu dikatakan doktor filsafat dari Universitas Indonesia, Satrio Arismunandar.

Satrio Arismunandar mengomentari dan memperkaya diskusi tentang Agama di Era Google. Webinar di Jakarta, Kamis malam, 6 Juli 2023 itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai penulis senior Denny JA.

Diskusi Agama di Era Google yang dikomentari Satrio Arismunandar itu menghadirkan pembicara dosen STF Driyarkara, Budhy Munawar Rachman. Diskusi itu dipandu oleh Anick HT.

Baca Juga: Lonjakan Kasus Obesitas Meningkat di Indonesia: Tantangan Kesehatan Masyarakat

Dalam diskusi itu, Budhy mengatakan, dalam era disrupsi pemikiran agama saat ini, makin disadari bahwa agama yang dibutuhkan adalah agama yang ramah dengan manusia dan lingkungannya, termasuk lingkungan hidup atau ekologi.

Satrio Arismunandar menyatakan, tradisi agama yang berbeda dan pengikutnya memiliki perspektif yang berbeda-beda pula tentang masalah ekologi, lingkungan, dan peran manusia dalam merawat Bumi.

Menurut Satrio, perlu dicatat bahwa hubungan antara agama dan ekologi sangat bervariasi di berbagai tradisi kepercayaan dan individu dalam tradisi tersebut.

“Beberapa komunitas agama secara aktif mengintegrasikan masalah lingkungan ke dalam keyakinan dan praktik mereka, sementara yang lain mungkin tidak memprioritaskan masalah ekologi pada tingkat yang sama,” tutur Satrio.

Baca Juga: Inilah Perbedaan Threads dan Twitter yang Wajib Kamu Tahu sebelum Download Aplikasi Media Sosial yang Viral

“Pada akhirnya, sikap kelompok atau individu agama terhadap masalah lingkungan tergantung pada interpretasi mereka terhadap ajaran agama dan konteks sosial dan budaya di mana mereka berada,” lanjut Sekjen SATUPENA ini.

Satrio memperingatkan, sementara banyak tradisi agama menekankan pengelolaan lingkungan, bisa juga ada ketegangan atau konflik antara keyakinan agama dan keprihatinan ekologis.

Misalnya, penafsiran teks-teks agama tertentu mungkin mengutamakan dominasi manusia atas alam, sehingga menimbulkan sikap eksploitatif terhadap lingkungan.

“Selain itu, industrialisasi yang pesat, konsumerisme, dan pertumbuhan penduduk terkadang berbenturan dengan ajaran agama tentang tanggung jawab lingkungan,” ungkapnya.

Baca Juga: Sidang WIPO ke-64 di Jenewa, Menkumham Yasonna H Laoly: Indonesia Dukung Pemajuan Kekayaan Intelektual Global

Menurut Satrio, memang banyak tradisi keagamaan memasukkan ajaran tentang pentingnya kepengurusan, rasa hormat, dan tanggung jawab terhadap alam dan lingkungan. Ajaran ini sering menekankan keterkaitan semua makhluk hidup dan mendukung perlindungan dan pelestarian sumber daya Bumi.

Beberapa teks keagamaan juga mengandung referensi ke alam dan signifikansinya. Alam sering dilihat sebagai manifestasi dari yang ilahi atau sebagai hadiah suci.

“Dalam beberapa agama pribumi atau animistik, seluruh alam, termasuk hewan, tumbuhan, dan sungai, dijiwai dengan makna spiritual dan pantas mendapatkan penghormatan dan perlindungan,” ujar Satrio. ***

 

 

Berita Terkait