Mari Berpihak pada Nurani dan Keadilan
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 12 Agustus 2022 16:41 WIB
Tentu saja ini tidak cukup dan akibatnya banting tulang kerja serabutan dan jeratan utang kepada tengkulak masih tetap terjadi kepada para petani kecil ini.
Kisah yang saya dengar dari N, dan cerita-cerita sebelumnya juga dari beberapa petani, membuatku sadar bahwa selama ini memang ada "sistem" pungut memungut dan rodi yang tidak adil dari Perhutani tingkat bawah (entahlah apa tepat disebut oknum karena fenomena ini banyak terjadi, hampir merata dan sudah menjadi rahasia umum) terhadap para petani miskin gurem ini.
Institusi Perhutani yang seharusnya fokus berbisnis profesional sebagai BUMN, malah dirusak sekian lama oleh kelakuan para karyawan tingkat bawah ini. Untuk memperkaya diri? Untuk tujuan lain? Ah entahlah.
Namun praktik tidak sehat sekian lama ini nyatanya memang membuat petani Jawa yang "menggarap" di kawasan kelola Perhutani tetap dalam kondisi miskin.
Baca Juga: Pekan Kedua Liga Inggris, Arsenal Siap Lanjutkan Tren Postif Kala Melawan Leicester City
Hidup dalam kondisi papa dan tergantung pada sistem tengkulak dan pungut-memungut yang mencekik hidup mereka.
Saat pemerintah melalui Kementerian LHK berencana membenahi tata kelola sekian luas wilayah Perhutani untuk tujuan keadilan dan pembenahan kondisi ekologis hutan di Jawa, melalui aturan KHDPK, digembosi pula oleh pihak-pihak tertentu.
N misalnya bercerita bahwa di kawasan garapannya, dihembuskan isu bahwa program pemerintah yang masuk sekarang adalah program yang "berlawanan" dengan LMDH. Rakyat di tingkat bawah seperti dihadap-hadapkan serta dibuat bingung.
Yang masih mau bergabung dengan LMDH, secara praktik dipermudah oleh Perhutani tingkat bawah. Misalnya boleh tetap menanam di lahan garapan, seperti yang diceritakan N di wilayahnya.
Baca Juga: Mantan Member CLC Jang Yeeun Gabung Agensi Superbell Company sebagai Artis Solo