Syaefudin Simon: Mencari Tuhan di Kabah
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 09 Mei 2023 16:19 WIB
Nabi Muhammad saat menerima wahyu di Gua Hira, dalam suasana sepi dan hening. Dalam suasana sepi itulah, suara Tuhan terdengar.
Malaikat Jibril datang, menyampaikan wahyu pertama dalam suasana hening dan sepi. Bukan suasana ramai seperti di pertunjukan teater atau musik.
Tak mungkinlah malaikat Jibril datang membawa wahyu kepada seseorang jika ia sedang nonton drakor. Keheningan adalah suasana raison d'etre untuk setiap hati manusia menerima kehadiran Tuhan.
Lalu, untuk apa Thawaf dan Sya'i bila dibarengi dengan kegaduhan? Itulah bisikan batinku yang kotor. Aku sedih, jauh-jauh ke Mekah, ternyata hatiku belum siap menerima prosesi ritual Thawaf dan Umrah yang ramai dan gaduh itu.
Dalam kedangkalan iman, aku hanya bisa berdoa. Tuhan, maafkan hamba, bila dalam Thawaf dan Sya'i di depan Rumah-MU, aku tak bisa merasakan keheningan dan limpahan rahmat spiritual yang memuaskan dahaga imanku.
Kegaduhan zikir dan keramaian manusia dengan segala tingkah polahnya di sekitar Ka'bah saat Thawaf serta kegaduhan manusia saat Sya'i di lorong putih, sungguh membuat hatiku makin tidak mengerti -- kenapa Engkau menyuruh umat Islam untuk melakukan dua ritual yang menyusahkan itu?
Baca Juga: Tiga Kunci Jaminan Kualitas Akan Meningkatkan Penggunaan Produk Dalam Negeri
Tuhan, apakah ketidakmengertianku terhadap prosesi ritual Thawaf dan Sya'i adalah pertanda kedangkalan imanku? Bila demikian, aku mohon ampun, dan berilah aku petunjuk agar aku mampu merasakan kehadiranMU.
Tuhan, di Madinah aku menangis merasakan kehadiran Rasulullah. Tapi kenapa di Mekah hatiku kosong? Tuhan, jangan tinggalkan aku. Berilah petunjuk, apa yang harus aku lakukan agar aku merasakan kehadiranMU di Kabah sebagaimana aku merasakan kehadiran Rasullullah Muhammad di Raudhah.