Syaefudin Simon: Mencari Tuhan di Kabah
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 09 Mei 2023 16:19 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Sabtu malam, setelah tinggal di Madinah 3 hari, aku dan teman teman satu grup, menuju Mekah. Sesampai di Mekah, langsung Ihram. Dengan memakai baju putih tanpa jahitan, tanpa harum-haruman, tanpa kaos dan celana dalaman, aku melaksanakan ritual ihram.
Niat umrahnya di masjid Bir Ali, 11 km dari Madinah, pinggir jalan arah ke Mekah. Tempat niat umroh ini namanya miqot. Aneh kan? Niat itu adanya di hati. Tempatnya bisa di mana saja. Tapi untuk umrah dan haji beda!
Coba bayangkan, jika kita orang Jakarta mau "umrah" di Yogya, misalnya, mungkin miqotnya di masjid raya Bekasi! Begitulah ketentuannya. Masalah miqot ini mungkin strategi ibadah dari "Sono" agar lebih menyebar akses spiritual keumatannya.
Baca Juga: RESMI Coldplay Bakal Gelar Konser Pertamanya di Indonesia , Sandiaga Uno: Sudah Official ya Guys
Jika baca ulasan umroh ini -- mungkin Efron, Hepi, Ridwan, Ana, Apri -- teman-teman dekatku di FB yang orang Kristen, pasti bingung. Apalagi Lionel Messi! Pasti lebih bingung. Kok ibadah ribet amat?
Memang, ibadah umroh itu ribet. Aku juga merasakannya. Mau bertemu Tuhan saja saratnya macam-macam dan rempong. Bukanlah Tuhan ada di setiap hati manusia?
Tapi gaes, keribetan umroh ini -- pun ibadah haji -- bisa dikapitalisasi jadi bisnis raksasa. Banyak pihak yang diuntungkan. Banyak pebisnis bikin perusahaan travel. Ustad-ustad kebagian rejeki jadi pembimbing haji.
Efek multiplier ekonomi dari ibadah umroh dan haji memang luar biasa besar. Menyangkut uang miliaran dolar tiap tahun. Tapi secara makro ekonomi, Indonesia rugi. Karena devisa dari Indonesia mengalir ke Kerajaan Saudi Arabia (KSA).
Temanku Hamid Basyaib, kolumnis cerdas yang berani ngelabrak Goenawan Mohamad, penulis Catatan Pinggir majalah Tempo, pasti mengolok-olok, kalau Indonesia ingin maju ekonominya, hentikan ibadah umroh. Umroh itu hanya sunah.