Ulasan Film: Manusia Langka, Buya HAMKA
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 11 April 2023 08:15 WIB

Buya menjelaskan, bahwa ayat itu ditutup dengan pernyataan bahwa si suami harus adil. Di sini Buya menegaskan bahwa suami tidak bisa berlaku adil kepada 4 istrinya. Jadi, Buya menolak pinangan berpoligami itu.
Adegan tentang ini agak ganjil rasanya: Buya kabur dari ruang kerjanya, kantor Muhammadiyah Cabang Makasar, untuk menghindari ibu-anak yang minta Buya berpoligami. Namun, si gadis mengejar Buya karena tas kerja Buya tertinggal di kantornya.
Nah, pada pertemuan di depan kantor ini terjadi dialog Buya dan gadis cantik itu soal poligami. Bukan dengan ibu si gadis. Singkatnya, si anak gadis nembak Buya tanpa cinta, hanya karena disuruh orangtuanya.
Baca Juga: Hindari Macet, Erick Thohir Sarankan Pemudik Gunakan Pesawat dan Kereta Api
Beberapa adegan lain di film ini juga menyajikan sikap fikih dan budaya yang dianut oleh Buya. Misalnya, Buya memakai jas seperti jas Bung Karno (Anjasmara) dan kawannya seorang Tionghoa Tan Ban Kie (Chew Kin Wah) untuk berfoto bertiga.
Secara lisan Buya mengatakan pria tidak dilarang memakai jas. Namun, yang mengganggu saya adalah bahan celana tiga pria yang berfoto itu terlalu tipis sehingga garis saku celana tampak dari luar.
Sependek pengetahuan saya, bahan jas zaman dulu tebal, sehingga garis yang membentuk sudut dengan setrika panas terlihat jelas dan sudah pasti tidak bisa menampakkan bayangan garis saku di dalamnya.
Satu lagi soal pakaian di film ini: semua pemain pria terlihat memakai baju baru, modelnya sama, berkerah atau kerah pendek seperti baju koko, dengan buah baju paling atas terpasang, sehingga tampak rapih sekali.
Baca Juga: Viral, Es Krim Rasa Indomie Goreng: Berikut Harga dan Tempat Jualnya, Berani Cicipin Rasanya
Sedangkan perempuan memakai baju kurung dan berselendang, kecuali Ummi (istri Buya), kadang-kadang dia memakai "seperti jilbab". Padahal di zaman itu, perempuan minang belum berjilbab, tetapi memakai selendang.