DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Kumpulan Puisi Esai Indonesia dan Malaysia: Takdir dan Keajaiban Politik Anwar Ibrahim

image
Takdir dan Keajaiban Politik Anwar Ibrahim.

Oleh Denny JA

ORBITINDONESIA.COM - Menyambut Festival Puisi Esai ASEAN Indonesia yang kedua di Malaysia, 16-18 Juni 2023,  20 penyair Malaysia dan Indonesia mengekspresikan pandangan mereka tentang Anwar Ibrahim ke dalam puisi esai.

Tokoh ini, Anwar Ibrahim, dipenjara dua kali (1998-2004) dan (2015-2018), dipecat dari partai lamanya UMNO, dikhianati guru politiknya, Mahathir Mohamad, lalu  berjuang memimpin oposisi sejak dalam penjara, mendirikan partainya sendiri, akhirnya terpilih menjadi Perdana Menteri tertua yang pertama kali menjabat, di usia 75 tahun.

Mahathir pernah menjadi Perdana Menteri di tahun 2018, di usia sangat tua 93 tahun. Tapi itu bukan jabatan Perdana Menteri pertamanya. Mahathir sudah menjadi Perdana Menteri di tahun 1981, di usia 56 tahun.

Baca Juga: Puisi Esai yang Dipelopori Denny JA Berjaya di Malaysia dan Thailand

Kisah Anwar Ibrahim adalah drama tentang takdir dan keajaiban politik. Kisah perjuangannya, persahabatan, kerja sama dan perseteruannya dengan Mahathir Mohamad, dari 1982 sampai sekarang menjadi sebuah film panjang yang berkelok-kelok.

-000-

Mengingat kisah Anwar Ibrahim, saya teringat peristiwa di tahun 2016, tujuh tahun lalu. Saya pernah menuliskan kisah ini. Tulisan itu saya ulang kembali.

Di bulan Febuari 2016, saya diundang ke Malaysia untuk bertemu Menteri Besar (sejenis Gubernur) Selangor: Mohamed Azmin Ali. Pesannya sederhana. Bagaimana mengalahkan koalisi partai Barisan Nasional yang sudah berkuasa di Malaysia, tak pernah terkalahkan dalam pemilu.

“Kami sudah mempertimbangkan banyak konsultan politik, termasuk dari Amerika Serikat. Tapi kami merasa konsultan politik dari Indonesia lebih mengerti budaya Malaysia.”

“Apalagi, ujar mereka, kami membaca berita Pak Denny JA sukses ikut memenangkan 3 kali pemilu presiden (saat itu), di Indonesia. Sungguh kami ingin mendapat pencerahan.”

Di ruangan itu, saya berdiskusi dengan Mohamed Azmin. Saya ditemani Adjie Farabie dan Ade Mulyana dari LSI. Azmin ditemani oleh tim ahlinya.

Azmen mengkisahkan problem yang ia alami. Ia dianggap bintang oposisi. Ia masih muda, cerdas, tampan, dan sekarang menjadi pemimpin tertinggi di wilayah besar Malaysia: Selangor.

Tapi posisinya sedang sulit. Ia diajak masuk kedalam pemerintahan oleh Mahathir Mohammad. Mahathir sendiri yang meminta Azmin bekerja dengan Anwar Ibrahim.

“Dua tokoh itu: Mahathir dan Anwar adalah guru saya.” Sungguh itu hal paling sulit dalam hidup saya ketika dua guru itu berseteru. Anwar bahkan dipenjarakan oleh Mahathir.

Saya harus memilih. Saya memilih bergabung dengan Anwar Ibrahim. Saya masuk ke dalam partai yang didirikan Anwar Ibrahim: PKR (Partai Keadilan Rakyat).

Tapi datang masalah kedua. Saya berhadapan dengan istri dan putri Anwar Ibrahim sendiri jika saya terlalu maju memimpin partai, apalagi jika menjadi pimpinan partai nomor satu.

Sekarang, Mahathir aktif kembali di dunia politik. Bagaimana Pak Denny melihat ini semua? Apa yang terbaik saya lakukan pertemuan berlangsung sekitar 2 jam.

Pesan saya waktu itu ada tiga. Pertama, demi tumbuhnya demokrasi, Malaysia harus pernah mengalami pergantian kekuasaan. Barisan Nasional harus pernah dikalahkan, dan partai lain harus pernah pula merasakan kekuasaan. Tak ada demokrasi yang matang sebelum ia pernah mengalami pergantian kekuasaan.

Bahkan dalam satu teori demokrasi, ada variabel “Government Turn Over.” Itu test bagi demokrasi sebuah negara.

Ia harus pernah mengalami kekuasaan yang berpindah sehingga semua kelembagaan menjadi fleksibel dan tetap stabil walau partai berbeda yang berkuasa.

Kedua, tak ada yang mustahil dalam politik. Apapun dapat terjadi dalam politik sejauh masih sesuai hukum besi politik. Karena pemilu yang harus menjadi medium pergantian kekuasaan, dan rakyat banyak yang menentukan, rakyat sejak sekarang harus dikondisikan merasa perlu ada pergantian kekuasaan.

Opini harus terus diciptakan. Harus ada kelemahan Barisan Nasional yang kasat mata atau dibuat kasat mata. Kelemahan itu harus terus disebar hingga rakyat berkata: Aha! Barisan Nasional harus dikalahkan. Kita harus bersatu mengalahkannya.

Ketiga, Barisan Nasional itu raksasa dalam politik Malaysia. Raksasa hanya bisa dikalahkan oleh Raksasa yang lebih kuat. Oposisi harus bersatu. Cari semua cara agar Mahathir dan Anwar bersatu kembali.

Cari titik tengah. Hanya teks kitab suci yang tak dapat bisa ditulis ulang. Tapi tujuan politik selalu bisa dicari formula sehingga kepentingan Mahathir dan Anwar terakomodasi.

Apa daya di kalangan oposisi, hanya mereka berdua yang paling kuat: Mahathir dan Anwar. Mereka harus dicarikan formula agar bersedia kerja sama.

Apa mungkin? Tanya Mohamed Azmen. “Saya dekat dengan keduanya. Tapi perseteruan pribadi Mahathir dan Anwar sudah begitu dalam, hingga merasuk kepada pengikutnya masing masing. Semua merasa yang satu menghianati yang lain.”

Kembali saya jawab. Itu resepnya. Bagus jika Pak Azmen sendiri yang merekatkan mereka kembali. Jika Pak Azmen merasa kurang mampu, cari yang mampu.

Tapi jangan lupa, ujar saya, Pak Azmen harus ikut dalam kepemimpinan mereka, Mahathir-Anwar. Jangan kita melawannya. Mengapa? Jika kita belum kuat melawannya, kita sebaiknya bergabung, mencari kepentingan bersama.

-000-

Apa yang saya sarankan tentu juga menjadi gagasan banyak orang lain.

Keajaibanpun terjadi.

Dua musuh besar bersatu kembali untuk tujuan yang lebih besar. Anwar dari dalam penjara bersepakat dengan  Mahathir dalam formula yang cantik.

Mahathir yang pimpin oposisi karena Anwar berada dalam penjara. Namun jika Mahathir berkuasa, ia akan mengeluarkan Anwar dari penjara, dan menjadikan Anwar penguasa berikutnya.

Inilah negosiasi tingkat tinggi dalam politik. Tak ada musuh atau teman yang abadi. Kepentingan yang lebih besar itu yang abadi.

Untuk menyatukan oposisi, Malaysia memanggil kembali politisi yang sudah berusia 92 tahun. Ia pun disatukan kembali dengan musuh besar yang ia penjarakan ketika ia berkuasa.

Jadilah Mahathir terpilih sebagai perdana mentri paling tua, atau bahkan pemimpin politik paling tua dalam sejarah.

Banyak hal tak terduga dalam politik bisa terjadi. Karena itu jangan ragu untuk bermimpi sejauh masih sesuai dengan hukum besi politik.

-000-

Mahathir menjadi Perdana Menteri tahun 2018. Tapi ketika Mahathir mengundurkan diri di tahun 2020,  penggantinya bukan Anwar Ibrahim. Sebagian pendukung Anwar Ibrahim merasa tokohnya kembali dikhianati. (1)

Namun api di hati Anwar Ibrahim itu terus menyala. Dua tahun kemudian, Anwar Ibrahim akhirnya menjadi Perdana Menteri Malaysia di tahun 2022, setelah kembali koalisi partai yang dipimpinnya memenangkan pemilu.

Sebanyak 20 kisah Anwar Ibrahim, juga kisah soal istrinya, Wan Azizah, dituliskan dalam puisi esai di buku ini.

Datuk Jasni Matlani yang sekarang menjadi Presiden Puisi Esai ASEAN, menangkap kisah Anwar Ibrahim dari perspektif yang berbeda: “Tak Ada Sesiapa Yang Boleh Mengubah Takdir.”

Saya kutip agak panjang puisi esai Datuk Jasni

“Sehingga suatu hari, dia bercerita kepadaku kisah Oedipus Sang Raja karya Sphocles yang terkenal pada zaman Yunani Purba itu.

Suatu hari, kata ayah, raja Thebes dinasihatkan oleh ahli nujum negara agar membuang anaknya, Oedipus ke dalam hutan gelap kerana diramalkan anak itu nanti akan membunuh ayahnya sendiri.

Disebabkan sang raja takut dengan malapetaka yang bakal dibawa anak lelakinya itu, maka sang raja pun memerintahkan anaknya yang baharu lahir itu dibuang ke dalam hutan gelap.

Sehingga anak yang diberikan nama Oedipus itu ditemui oleh seorang pengembala dan menyerahkannya kepada raja Corinthia yang memelihara Oedipus seperti anak darah dagingnya sendiri.

Setelah dewasa seorang ahli nujum lain pula memberitahu Oedipus bahawa suatu hari Oedipus akan membunuh ayahnya dan mengahwini ibunya

Lalu kerana takut dia membunuh raja Corinthia yang disangka sebagai ayah kandungnya maka dia meninggalkan negeri Corinthia lalu berkelana ke Thebes tanpa mengetahui bahawa Thebes itulah negeri asal kelahirannya.

Tidak lama kemudian berlakulah peristiwa di mana Oedipus akhirnya membunuh raja Thebes, yaitu ayah kandungnya sendiri, dan mengawini ibunya yang sebenar.

Kata ayahku, dalam nada suara yang sedih sesungguhnya manusia itu tidak boleh mengubah takdir dengan kuasa yang ada.

Pucuk pimpinan negara yang tercinta ini boleh melemparkannya ke dalam hutan gelap mengikat dan menyeksanye penuh derita.

Tetapi suatu hari dia akan kembali mendapatkan apa yang sepatutnya menjadi haknya selama ini.

Percayalah anakku ketika itu tidak ada sesiapa pun yang mampu mengubah kenyataan atau menafikan hak yang telah ditentukan sesuai takdir.

-000-

Dalam perspektif Jasni Matlani, sudah takdirnya Anwar Ibrahim menjadi Perdana Menteri Malaysia. Walau ia ditekan, dipenjara, dipecat, dibuat derita sebesar apapun, semua itu hanyalah tangga- tangga saja mengantar Anwar Ibrahim menuju takdirnya.

Itu sama dengan kisah Oedipus Rex dalam mitologi Yunani. Kisah ini ditulis Sophocles, di tahun 430-420 sebelum masehi, sekitar 2450 tahun lalu.

Oedipus ditakdirkan untuk membunuh Ayah kandungnya, dan mengawini Ibu kandungnya. Karena ramalan ini, ia sejak kecil dibuang ke tengah hutan.

Datanglah kejadian demi kejadian. Akhirnya tetap saja ketika tumbuh dewasa, Oedipus membunuh Ayah kandungnya, dan menikahi Ibu Kandungnya.

Sayapun teringat Al Gazali, sufi ternama itu. Jika itu memang takdirmu, walau ia tersembunyi di antara dua bukit, kau akan menemukannya.

Tapi jika itu bukan takdirmu, walaupun ia berada di antara dua bibirmu, kau tak akan memperolehnya.

Tapi apakah memang takdir itu ada? Apakah menjadi Perdana Menteri adalah takdir Anwar Ibrahim? Ataukah itu peristiwa politik biasa yang tak ada hubungan apapun dengan takdir?

Jawabannya adalah kesepian kita masing masing, pilihan kita pribadi untuk meyakini atau tidak menyakini soal takdir itu.***

Juni 2023

CATATAN

1. Buku yang ikut mengupas hubungan panas dingin Anwar Ibrahim dan Mahathir Mohamad: https://bookshop.iseas.edu.sg/publication/2506

Berita Terkait