DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Agung Wibawanto: Petugas Partai yang Diributkan, Begini Penjelasannya

image
Ganjar Pranowo (kiri) dan Jokowi (kanan) yang sering disebut sebagai Petugas Partai.

ORBITINDONESIA.COM - Saya tidak ingat, kapan Megawati pertama kali melaunching istilah ini ke publik. Jika di internal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), istilah petugas partai (selanjutnya disingkat "Gaspar") sudah sangat sering disebut dan didengar (ada dalam AD/ART Partai).

Setidaknya sejak Sekolah Partai PDIP Angkatan I digelar (2012). Terlebih heboh ketika petugas partai juga disematkan kepada Jokowi yang terpilih sebagai presiden di 2014.

Ada kesan penolakan oleh publik terhadap status petugas partai oleh PDIP. Publik menganggap keliru dan tidak pas. Masa seorang presiden yang merupakan pilihan rakyat disebut dan dianggap sebagai petugas partai?

Baca Juga: Sama Sama Dukung Ganjar Pranowo, PDIP dan PPP Akan Segera Bertemu

Berarti presiden tersebut hanya tunduk dan patuh kepada partai atau Ketua Partai? Anggapan publik ini justru tidak tepat. Yang tepat adalah, presiden menjalankan kebijakan partainya yang merupakan representasi dari rakyat konstituen.

Sebagai contoh, Presiden Obama saat menjabat juga mewakili seluruh kebijakan Partai Demokrat. Sebaliknya begitu presiden dari Partai Republik akan mewakili kebijakan Partai Republik.

Para pengamat dan akademisi sampai hafal, bagaimana garis kebijakan masing-masing partai tersebut yang terlihat jelas berbeda. Maka saat pertarungan kandidat presiden dari masing-masing partai sudah diketahui ke mana arah kebijakannya.

Misal lagi di Jerman ataupun Australia yang memiliki partai buruh dan berhaluan kiri, juga pasti akan direpresentasikan oleh PM yang terpilih. Jadi, meskipun sistem pemilihan secara langsung oleh rakyat, tapi seorang pemimpin sebuah negara pasti akan membawa garis kebijakan partai.

Baca Juga: The Hunger Games Mockingjay Part 2 Akhiri Petualangan Jennifer Lawrence sebagai Katniss

Maka tidak heran jika tidak semua rakyat bisa mendukung pemerintahan. Atau tidak semua suara rakyat bisa ditampung oleh pemerintahnya.

Jangan salah, partai yang benar itu juga membuat disain besar akan pemerintahan sebuah negara termasuk mau kemana arahnya. Mereka mendisain beberapa visi misi lalu diturunkan kepada kebijakan ekonomi, politik, hukum dsb.

Tidak hanya asal-asalan bikin partai untuk meraih suara terbanyak saja. Dari partai pula akan melahirkan kader-kader yang harus siap ditugaskan sebagai apapun. Jadi tidak pula hanya keinginan kader, melainkan lebih utama karena penugasan partai.

Ada yang ditugaskan sebagai anggota dewan di daerah kabupaten/kota, propinsi ataupun pusat. Ada yang ditugaskan sebagai kepala daerah kabupaten/kota, propinsi ataupun presiden.

Baca Juga: Begini Kronologi Lengkap Aditya Hasibuan Aniaya Ken Admiral yang Disaksikan AKBP Achiruddin Hasibuan

Ada pula yang ditugaskan khusus menjadi pengurus di struktural partai. Dalam mekanisme di internal PDIP, seluruh kader harus melewati berbagai persyaratan, seperti: mengikuti pendidikan kader di sekolah partai, penugasan untuk turun ke rakyat (kerja ideologi) dan sebagainya.

Hasil dari seluruh persyaratan tadi akan diadakan penilaian, dan sebagai kader terbaik dengan nilai terbaik lah yang akan mendapat penugasan dari partai. Secara garis besar, mekanisme penugasan di setiap partai itu sama, hanya mungkin berbeda standarnya.

Masing-masing partai bisa menyebut sebagai kader terbaik, calon terbaik atau apapun itu. PDIP menyebutnya dengan Gaspar atau "petugas partai". Jadi suara rakyat tidak sepenuhnya merupakan suara partai dan sebaliknya?

Apa boleh buat. Demikianlah sistem politik kita dijalankan dan juga oleh semua negara yang bersistem demokratis. Berbeda lagi dengan sistem monarki dan otokrasi serta fasis (junta militer).

Baca Juga: Poco F5 Bakal Gemparkan Indonesia Hadir Pakai Snapdragon 7 Plus Gen 2, Intip Spesifikasi dan Harganya

Ceritanya, rakyat zaman dulu (monarki) berontak ingin didengarkan suaranya secara langsung. Sempat terjadi demokrasi langsung karena jumlah penduduk masih sedikit.

Beriring waktu jumlah penduduk semakin banyak, maka semakin tidak praktis dengan sistem demokrasi langsung, diganti dengan sistem demokrasi perwakilan.

Dibentuklah partai politik yang merupakan perkumpulan orang-orang yang memiliki tujuan sama dan pandangan politik sama. Maka dapat dibayangkan, rakyat sendiri memiliki banyak tujuan yang saling berbeda yang diwakili oleh partai.

Maka dari itu, akan lucu jika rakyat menuntut partai buruh bersikap membela agama, misalnya. Concern nya berbeda. Tidak semua partai bisa mengcover semua keinginan rakyat. Ada yang berbasis religius, nasionalis, profesi, dsb.

Baca Juga: Kembali Dibintangi Denzel Washington, Berikut Trailer dan Sinopsis Film The Equalizer 3

Bagaimana agar pemimpin yang dipilih rakyat tidak hanya mendengar suara partainya? Sebenarnya ya tidak bisa pula mengabaikan begitu saja akan kehendak partainya, tapi pemimpin dari kader partai tentu bisa mengambil kebijakan ataupun keputusannya sendiri sepanjang tidak bertentangan dengan garis kebijakan partai.

Apakah tidak akan menjadi boneka partai? Tidak juga. Beberapa kali Jokowi sempat berbeda pandangan dengan PDIP. Atau legislator dari PDIP juga sering kritik dan menyerang pemerintah Jokowi.

Jadi, tidak perlu dibesar-besarkan terkait sebutan "Gaspar" ini. Presiden RI tetaplah presiden seluruh rakyat, bukan hanya rakyat konstituen partainya. Artinya, semua program kebijakan pemerintah termasuk juga diperuntukkan kepada rakyat konstituen partai lain.

Jika dalam angka, PDIP pada pemilu 2019 lalu memboyong 23.681.471 suara atau 18,95 persen suara sah. Sejumlah itu plus mungkin ada anaknya yang belum menjadi pemilih, yang direpresentasikan PDIP.

Baca Juga: Sinopsis Film The Flash, Ketika Ezra Miller Kembali menjadi Barry Allen

Artinya, partai juga punya dasar dalam membuat keputusan. Sedangkan mereka yang suka menyerang atau tidak suka istilah Gaspar tadi berapa orang? Itu jika terkait dengan kuantitas jumlah suara.

Untuk mengukurnya, apakah benar karena Gaspar ini suara PDIP akan turun pada 2024 nanti? Kalau iya, berarti memang memiliki efek. Tapi jika tetap atau bahkan naik, maka suara menolak istilah Gaspar sangat kecil, bahkan mungkin berada di luar PDIP.

(Oleh: Agung Wibawanto)***

Berita Terkait