APINDO: Penerapan Zero ODOL Tak Otomatis Naikkan Daya Saing Produk Indonesia
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Rabu, 10 Mei 2023 11:32 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Ketua Bidang Perhubungan APINDO atau Asosiasi Pengusaha Indonesia, Carmelita Hartoto mengatakan penerapan Zero ODOL atau Over Dimension Over Load tidak secara otomatis bisa menaikkan daya saing produk-produk Indonesia terhadap negara lain.
Menurut pengurus APINDO ini, untuk bisa menjadi kompetitif itu selain penerapan Zero ODOL harus juga disertai dengan perbaikan kinerja-kinerja lainnya, seperti perbaikan infrastruktur jalan yang rusak.
“Pembebasan truk ODOL tidak otomatis membuat produk kita menjadi kompetitif dan meningkatkan daya saing internasional. Harus disertai perbaikan kinerja-kinerja yang lain meskipun memang pembebasan truk ODOL itu akan mengurangi resiko kecelakaan,” katanya.
Baca Juga: Viral Lagi, Yunarto Wijaya Meradang Disebut Pelanggan Alexis: Saya Ledeni Pengecut Macam Kau
Menurutnya, dengan masih tingginya biaya logistik di Indonesia, produk-produk dari Indonesia pun akan sulit bersaing dengan produk dari negara lain.
“Masih tingginya biaya logistik di Indonesia lah yang menyebabkan produk-produk Indonesia kurang kompetitif dibanding dengan produk barang sejenis dari negara lain,” ujarnya.
Carmelita mengutarakan, masih tingginya biaya logistik di Indonesia itu tidak bisa dianalisis dengan pengamatan sesaat, tapi harus melalui investigasi komprehensif dan terukur yang disertai bukti-bukti yang aktual.
Disebutkan, Logistics Performance Index yang dirilis oleh World Bank merujuk ada beberapa indikator yang bisa mempengaruhi kenaikan biaya logistik dan salah satunya adalah kualitas infrastruktur jalan.
“Jadi, dengan kualitas infrastruktur jalan yang rusak, itu menjadi salah satu yang menyebabkan masih tingginya biaya logistik di Indonesia,” ucapnya.
Seperti diketahui, peringkat Logistik Performance Index (LPI) Indonesia pada 2023 berada di angka 3.0 atau menempati posisi ke 63 di dunia berdasarkan data laporan World Bank baru-baru ini.
Berdasarkan data itu, Score LPI Indonesia masih berada di bawah Chile, Vietnam, Filipina maupun Brazil. Bahkan jauh tertinggal jika dibandingkan dengan Singapura yang menempati urutan score tertinggi LPI versi World Bank yakni 4.3 dan Hongkong dengan score 4.0.
Kinerja logistik Indonesia juga kalah dengan negara tetangga lainnya seperti Malaysia yang memiliki score 3.1 dan Thailand dengan score 3.5.
Baca Juga: RUU Kesehatan Didemo, Peran Organisasi Profesi yang Dulu Dominan Kini Melemah
Namun, dia tidak sependapat jika keberadaan truk ODOL selalu dituding sebagai penyebab rusaknya infrastruktur jalan-jalan nasional. Menurutnya, rusaknya infrastruktur jalan di Indonesia itu tidak bisa dilihat dari satu perspektif saja.
“Kerusakan infrastruktur jalan itu harus dianalisa dan diukur penyebabnya. Berapa persenkah yang disebabkan oleh ODOL dan berapa persen yang diakibatkan dari buruknya pemeliharaan atau rendahnya kualitas infrastruktur jalan tersebut,” cetusnya.
Dia mengatakan Indonesia sangat luas dan masih banyak diperlukan perbaikan infrastruktur untuk mendukung arus logistik. Bukan hanya di Jawa dan Sumatera, tapi juga di seluruh pelosok tanah air dan dari sentra industri ke pelabuhan.
“Jika infrastruktur jalan kita sudah baik, biaya logistik juga akan turun dengan sendirinya, begitu juga dengan daya saing produk kita otomatis akan bisa bersaing dengan negara lain,” tukasnya.
Baca Juga: Beberapa Tips Agar Dicintai oleh Sesama Manusia, Belajar dari Rasulullah SAW
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan biaya logistik Indonesia 11 persen lebih mahal dari dunia. Menurutnya, porsi biaya logistik Indonesia 24 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Angka ini lebih tinggi ketimbang rata-rata dunia yang sebesar 13 persen. Hal ini mengakibatkan biaya logistik Indonesia kurang bersaing dengan negara lain.
Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Prof. Ir. Wimpy Santosa, Ph.D., IPU mengataka,n buruknya kondisi infrastruktur jalan di Indonesia tidak sepenuhnya disebabkan truk-truk ODOL, tapi juga lebih karena tidak adanya komunikasi antara level-level pemerintahan.
“Masing-masing di level-level pemerintahan itu mengatur sendiri daerahnya. Itu yang menyebabkan meskipun sudah ada peraturan-peraturannya, standar-standarnya, tapi pengaturan jalan itu sulit dilaksanakan,” ujarnya.
Selain tidak adanya komunikasi di level pemerintahan, permasalahan lain yang membuat pengaturan jalan di Indonesia itu tidak berjalan dengan baik adalah masalah anggaran.
Menurutnya, jika pemerintah daerah tidak mampu untuk mendanai jalannya dan sekalipun bisa minta ke pemerintah pusat, tapi dana pemerintah pusat juga terbatas. “Ini juga menghambat perbaikan infrastruktur jalan di Indonesia,” tukasnya.
Jadi, menurutnya, harus ada koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah dalam membenahi pengaturan jalan di Indonesia.
Dia mengatakan kuncinya adalah semua harus mengetahui hirarki jalan. “Kalau sudah tahu pohon hierarkinya, nanti semuanya itu lebih jelas,” ucapnya.
Dia juga mengatakan bahwa buruknya infrastruktur jalan di Indonesia itu juga disebabkan karena pembuatan jalannya yang tidak mengikuti spesifikasi atau spek. “Yang paling sering terjadi itu adalah orang kita itu tidak mau mengikuti standar yang ada di spek,” ujarnya.
Anggota Komisi V DPR RI, Suryadi Jaya Purnama, mengatakan salah satu masalah yang harus dilihat dari kebijakan Zero ODOL ini adalah dari sisi ketersediaan prasarana jalan.
Menurut Suryadi, ada kelas jalan dengan beban menahan bobot atau tonase tertentu dan lebar tertentu, tapi jalur-jalur atau ruas-ruas yang menghubungkan jalur utama itu justru tidak bisa mendukungnya.
“Jalan-jalan kita tidak terintegrasi. Begitu mengizinkan karoseri menjual truk-truk bertonase dan dimensi besar, pemerintah seharusnya juga menyiapkan jalan yang besar juga. Kalau yang ada sekarang kan, pemerintah tidak menyiapkan jalan yang cukup besar, tapi begitu digunakan di jalan dibilang melanggar. Nah, ini masalah yang harus juga diselesaikan,” katanya.***