Konflik di Maluku 1999/2002 dalam Puisi Esai Denny JA, BIARLAH REBANA DAN TOTOBUANG KEMBALI BERSANDING
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 11 Desember 2022 08:23 WIB
Selain itu, kekerasan yang berkepanjangan mencederai tradisi budaya lokal tentang kerja sama antaragama, seperti pela-gandong ("sistem aliansi antar-etnis/desa") dan salam- sarane ("persatuan Muslim-Kristen") yang sumber daya budayanya telah berkontribusi pada koeksistensi damai antara muslim dan Kristen Ambon/Maluku selama ratusan tahun.
Bagaimanapun juga, tak ada yang dimenangkan dari konflik itu. “Kalah jadi abu, menang jadi arang,” kata para leluhur.
Selalu ada jalan pulang, titik balik bagi yang tersesat, hal mana dituturkan Denny JA dalam syair “Titik Balik Pendeta dan Bambu Gila.”
Melalui untaian larik-larik bermajas, Denny JA menghidupkan kembali ‘titik balik’ dari konflik kemanusiaan berwajah agama yang telah menubuhkan luka dalam rajutan kekerabatan orang-orang Maluku.
Menyandingkan sequence damai dengan dinamika konflik dalam syair-syair ini sesungguhnya penting untuk memperoleh rekaman utuh dari proses transformasi konflik.
Banyak kajian mengenai konflik Maluku cenderung memfokuskan diri pada analisa konflik serta penyebab-penyebabnya, dan tak banyak menelisik dinamika perdamaian.
Syair-syair Denny JA menawarkan pendekatan yang utuh dengan memotret proses transformasi aktor dari konflik ke perdamaian. Kisah-kisah titik balik adalah bentuk narasi damai yang inspiratif, memiliki dampak dan daya tarik yang sama dengan drama konflik.
Penyesalan memang selalu terlambat datangnya, namun penyesalan menyumbang vitalitas yang cukup pada sebuah titik balik serta pemulihan.
Pendeta Robert mengalaminya, begitu pula Walid ataupun Adrian, para tokoh dalam lima syair Denny JA tentang konflik dan perdamaian di Maluku.
Memotret penyesalan dan mengabadikannya memang diperlukan untuk membangun memori kolektif tentang perdamaian, sekaligus menegaskan tekad untuk tidak mengulangi kebodohan.