DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Konflik di Maluku 1999/2002 dalam Puisi Esai Denny JA, BIARLAH REBANA DAN TOTOBUANG KEMBALI BERSANDING

image
Jack Manuputty Memberi Apresiasi Puisi Esai Deny JA.

Setiap kali terdengar orang-orang meneriakkan “shalom,” itulah penanda bahwa para pejuang Kristen siap untuk berperang melawan musuh- musuh mereka.

Di sisi lain, ketika umat Islam memekikkan, “All?hu Akbar” yang berarti “Allah Maha Besar”, maka itulah juga tanda bahwa mereka sedang berbaris untuk berperang.

Tidak ada tokoh lain yang menonjol di medan pertempuran selain seorang pemimpin agama yang mampu menafsirkan doktrin perang dan membenarkan bahwa Tuhan menghendaki perang suci melawan orang-orang kafir.

Baik pejuang muslim maupun Kristen tidak akan berangkat ke medan perang tanpa restu dari para pemimpin agama mereka; jika tidak, tidak ada berkah sebelum pemimpin mengutip beberapa ayat kitab suci mereka atas nama Tuhan.

Tidak bisa disangkal bahwa agama telah tampil dengan cara yang amat mengerikan selama periode konflik Maluku.

Akibatnya, kekerasan besar-besaran meletus dan berlanjut, menyebabkan ribuan luka dan kematian. Jumlah korban tewas meningkat menjadi lebih kurang 9.000 orang di kedua sisi, dan pengungsian internal mencapai sekitar 350.000, sepertiga hingga setengah dari total populasi provinsi.

Konflik barbar itu tidak meninggalkan apa-apa selain bencana. Setelah empat tahun, masyarakat Maluku telah mengalami kehancuran tragis dalam skala besar.

Konflik ini menghancurkan tidak hanya bangunan, termasuk fasilitas umum dan pemukiman, tetapi juga struktur sosial, nilai-nilai moral, dan hubungan dasar.

Komunitas dipisahkan oleh agama, tidak hanya oleh lokasi tempat tinggal mereka, tetapi juga oleh mentalitas masing-masing. Selain itu, komunitas terkondisikan dalam pengalaman trauma yang berkepanjangan.

Hubungan di antara kelompok-kelompok agama lokal ini ditandai oleh kecurigaan, ketidakpercayaan, dan kesalahpahaman.

Halaman:
1
2
3
4
5
6

Berita Terkait