Konflik di Maluku 1999/2002 dalam Puisi Esai Denny JA, BIARLAH REBANA DAN TOTOBUANG KEMBALI BERSANDING
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 11 Desember 2022 08:23 WIB
Baca Juga: Perkosaan Massal di Kerusuhan Mei 98 Jakarta dalam Puisi Esai Denny JA, DARI SEJARAH YANG DILUPAKAN
Tidak ada keraguan bahwa elemen yang menonjol sejak awal konflik adalah agama.
Meskipun bisa dibilang tidak ada cara untuk mengkategorikannya hanya sebagai konflik agama, orang tidak dapat menyangkal bahwa agama berkontribusi besar terhadapnya.
Elemen agama memusatkan energi dari seluruh periode konflik dan membenarkan serangan yang berkepanjangan. Pada akhirnya, agama dibenarkan perannya ketika mereka menyebut konflik itu sebagai perang suci.
Dari banyak menara mesjid, perintah untuk berjihad hampir selalu diteriakkan. Sementara di dalam banyak Gereja, para pendeta berdoa untuk pejuang Kristen sambil memberkati mereka sebelum pergi berperang.
Baca Juga: Denny JA: Satupena Teruskan Tradisi Menghargai Penulis Berdedikasi Lewat Satupena Award
Alquran dan juga Alkitab, serta interpretasi dari teks-teks suci ini digunakan untuk membenarkan kekerasan dan hak untuk membunuh orang kafir.
“Ini adalah perang suci, dan kita harus membela agama kita dari musuh-musuhnya,” itulah yang diyakini kebanyakan orang selama konflik.
Oleh karena itu, sebagian besar simbol-simbol agama, meskipun merupakan simbol perdamaian, diinterpretasi ulang dan mendapatkan makna baru untuk menyulut konflik.
Kata “shalom” yang berarti “damai” telah digunakan dalam kelompok-kelompok Kristen untuk menggelorakan solidaritas kelompok ketika mereka pergi ke medan perang.