Indonesia Dalam Paradigma Baru Khilafah
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 17 Juli 2022 20:34 WIB

Beliau saw tidak mengutus sahabat sebagai Gubernur kecuali ke wilayah-wilayah yang penguasanya secara suka rela bergabung dengan Beliau saw di Madinah. Jadi hukum asalnya umat Islam boleh memiliki lebih dari satu pemimpin politik.
Lalu bagaimana dengan hadits nabi saw yang menyuruh membunuh khalifah yang kedua setelah dibai’at khalifah yang pertama? Adanya khalifah karena adanya khilafah. Wujudnya khilafah karena adanya batas-batas negara khilafah.
Tanpa batas negara, khilafah tidak ada. Tanpa batas khilafah hanya ada dalam imajinasi. Karena ada batas negara khilafah maka ada hukum jihad dan ribath.
Konteks hadits wajib satu khalifah, bunuh yang kedua adalah dalam konteks satu negara bukan dalam satu dunia dan satu umat.
Baca Juga: Ketika Senjata Harus Diserahkan
Makna hadits tersebut, umat Islam dalam satu negara wajib mempunya satu kepala negara. Umat Islam di belahan dunia yang lain juga boleh memiliki negara dan kepala negara mereka.
Paradigma multi khilafah sebenarnya pemahaman lama yang diadopsi ulama selain pemahaman uni khilafah. Namun sempat tenggelam akibat derasnya opini uni khilafah yang diviralkan kaum radikal di media sosial.
Padahal jumhur ulama kontemporer berpendapat, umat Islam sebaiknya multi khilafah karena uni khilafah membutuhkan kondisi-kondisi prasyarat yang belum ada dalam diri umat. Memang perlu disiapkan tapi roda kehidupan umat ini harus terus berputar.
Uni khilafah memang ideal menurut akal, akan tetapi tidak memiliki dasar nash dan dalil yang kokoh untuk dijadikan tuntutan/kewajiban syar’i.