Indonesia Dalam Paradigma Baru Khilafah
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 17 Juli 2022 20:34 WIB
Sedangkan kepemimpinan politik Muhammad saw terbatas dalam lingkup wilayah teritorial negaranya. Di luar batas-batas negaranya, Muhammad saw hanya seorang nabi dan rasul tetapi bukan kepala negara, sehingga umat Islam yang berada di luar wilayah Negara Muhammad saw tidak termasuk warga Negara Beliau saw.
Umat Islam di luar wilayah Negara Muhammad saw tidak memiliki hak-hak politik layaknya warga Negara Beliau saw.
Kenyataan inilah yang membuat kaum muslim yang bertahan di Makkah pasca hijrah nabi saw ke Madinah dan pasca perjanjian Hudaibiyah tidak mendapat hak-hak politik dari Muhammad saw, karena Mekkah tidak termasuk teritorial negara Beliau saw.
Setelah fathu Makkah, Makkah bergabung dengan negara nabi saw dan masyarakat di sana menjadi warga negara nabi saw.
Baca Juga: Persija Jakarta Makin Ganas, Bali United Bisa Jadi Korban Pertama Musim Ini
Bukti lainnya, raja Najasyi muslim tahun 7-9 Hijriah, tetap sebagai raja pemimpin politik di wilayahnya. Muhammad saw tidak meminta raja Najasyi muslim mengintegrasikan negaranya dengan negara Beliau saw di Madinah.
Demikian juga halnya dengan penguasa-penguasa dunia saat itu yang kirim Muhammad saw surat. Dalam surat-suratnya Muhammad saw mengatasnamakan sebagai Rasulullah saw bukan sebagai kepala negara Madinah.
Karena itu pesan Beliau saw agar penguasa-penguasa tersebut agar masuk Islam, mengakui Beliau saw sebagai nabi dan rasul. Beliau saw tidak menuntut diakui sebagai kepala negara. Beliau tidak mengharuskan negara mereka bergabung dengan negara Beliau saw di Madinah.
Kepada penguasa yang menerima dakwahnya, Beliau saw mengutus sahabat untuk mengajarkan risalah Islam terutama soal ibadah, akhlak, halal haram dan membaca al-Qur’an.
Baca Juga: Istri Pak Tino yang Viral Gemar Bagikan Ikan Gabus Masuk Rumah Sakit, Netizen Mulai Galang Bantuan