Amidhan Shaberah: Buya Edi dan Islam Indonesia
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 27 September 2022 19:03 WIB
Orang Hindu Bali misalnya, sama sekali tidak rikuh menempatkan patung Sidharta Gautama dengan Dewa Syiwa dalam satu altar pemujaan.
Kedua umat beragama yang berbeda itu pun, hidup damai, rukun, dan saling menghormati keyakinannya.
Setelah Islam masuk ke bumi Indonesia, kondisi seperti itu tetap berjalan. Dalam pengertian, Islam yang "mendarat" di bumi Hindhu dan Budha tersebut bisa berinteraksi dengan budaya setempat.
Di Pati dan Kudus Jawa Tengah sebagai contoh, dalam Idul Adha penduduk lokal tidak memotong sapi sebagai hewan kurban. Melainkan memotong kerbau.
Baca Juga: Ini Waktu Pelaksanaan Maulid Nabi Muhammad SAW 1444 H, Hari dan Tanggal
Ini karena sapi adalah hewan yang dihormati, bahkan disucikan dalam agama Hindhu. Sejarah mencatat Wali Songo dalam menyebarkan Islam di Jawa memakai pendekatan atau mengadopsi budaya Hindu dan Budha tadi.
Artinya legenda yang bersifat Hinduism dan Budhisme tetap terpelihara, tapi sudah "berjiwa Islam".
Pinjam analisis MC Ricklefs, sejarawan dari Monash University Australia, nyawa Islam dalam legenda Hinduism dan Budhisme itu tumbuh secara perlahan selama ratusan tahun sejak agama yang dibawa Nabi Muhammad itu masuk ke Indonesia.
Kedatangan Islam, misalnya, mandapat "sambutan positif" di Jawa tanpa mengurangi kemelekatan dengan adat istiadat setempat yang berbau Hinduism.