Menjemput Panen, Meruntuhkan Kuasa Tengkulak, dan Meningkatkan Kesejahteraan Petani
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Minggu, 10 Agustus 2025 07:00 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Empat petani paruh baya memisahkan butir padi dengan jerami di bawah terik matahari Desa Panawuan, Kecamatan Cigandamekar, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Genggaman jerami begitu erat. Urat tangan mereka sangat tampak saat menepuk-nepuk batang padi ke susunan kayu tua, alat perontok tradisional yang setia menemani setiap musim panen.
Jerami terpisah, butir padi jatuh, lalu disaring dengan penjaring sederhana, sebelum dimasukkan ke karung putih yang siap diangkut. Kulit mereka legam, namun senyum tetap tersembul di sela keringat.
Saat adzan dzuhur berkumandang sekitar pukul 12.30 WIB, mereka berhenti sejenak, untuk berbagi air dan semangat di bawah pohon teduh , mengumpulkan tenaga sebelum melanjutkan tugas mulia menyiapkan panen untuk dibeli Bulog.
Baca Juga: Entang Sastraatmadja: Bulog, Mau Beli Gabah atau Beras?
Beban karung padi seberat 50 kilogram dipikul bergantian oleh tangan-tangan penuh ketulusan, berjalan beriringan seratusan meter, menuju truk tim jemput gabah yang setia menanti di tepi jalan. Setiap karung dicatat rapi. Harga Rp6.500 per kilogram menjadi pelepas duka lama petani dari jeratan harga tengkulak yang tak adil dan mengekang masa depan mereka.
Jemput gabah
Sejak Januari 2025, Perum Bulog termasuk di Kantor Cabang Cirebon membentuk Tim Jemput Gabah, guna menjangkau petani langsung di sawah demi memutus rantai permainan harga tengkulak.
Baca Juga: Presiden Prabowo Subianto Minta Penggilingan Padi Diawasi Agar Gabah Dibeli Rp6.500
Ketua Tim Jemput Gabah sekaligus Asisten Manager Pengadaan Komoditas Perum Bulog Cabang Cirebon Windu menyatakan tim tersebut beranggotakan 50 personel, dibagi ke empat wilayah Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Majalengka, dan Kuningan.
Setiap pagi, informasi panen mengalir dari grup WhatsApp wilayah, menentukan titik jemput, jumlah tonase, hingga armada truk atau pickup yang harus dikerahkan. Prosesnya dimulai dengan pengecekan gabah di lokasi, memastikan butiran bersih dari jerami dan lumpur sebelum ditimbang dan diangkut ke gudang Bulog.
Perlawanan dari tengkulak memang tak sepenuhnya hilang, namun kepastian harga Rp6.500 per kilogram membuat petani lebih percaya menjual langsung ke Bulog. Bagi Windu, motivasi terbesar datang dari wajah petani yang lega, tanda negara benar-benar hadir di tengah sawah menjemput dengan penuh hormat.
Baca Juga: Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana: Banjir di Persawahan Tidak Signifikan Pengaruhi Produksi Gabah
Menghadapi tengkulak
Tim Penjemput Gabah menjadi perpanjangan tangan negara, menyulam harapan bagi petani yang menukar peluh dan lelah dengan harga yang adil, dari cengkeraman tengkulak.
Gilang (25), anggota Tim Jemput Gabah Perum Bulog Cabang Cirebon menceritakan hari-harinya di jalan demi memastikan setiap butir panen petani dibeli dengan harga layak.
Baca Juga: Presiden Prabowo ke Majalengka, Jawa Barat Pimpin Panen Raya Bersama Petani di 14 Provinsi
Setiap pagi, sebelum ke lapangan ia dan rekan-rekan berkumpul dalam arahan membahas titik jemput, perkiraan tonase, pembagian tugas, hingga memastikan kelengkapan dokumen administrasi lapangan. Perjalanan di lapangan jarang sama. Ada hari ketika 8-10 titik harus diselesaikan, kadang selesai sore, kadang hingga larut malam.
Cuaca menjadi faktor yang tak bisa ditawar. Hujan membuat gabah basah dan berat, memaksa mereka menunda penjemputan demi menjaga kualitas sesuai standar Bulog.
Bagi Gilang, suka terbesar dari tugas ini adalah berkenalan dengan banyak orang, Babinsa desa, penyuluh pertanian, hingga petani yang kini menyambutnya dengan sapa hangat.
Baca Juga: Presiden Prabowo Enam Kali Ucapkan "Saya Bahagia", Cerminkan Suasana Batin Petani
Ia memilih lapangan bukan hanya karena senang berinteraksi, tetapi juga karena ingin membantu petani mendapatkan harga layak, Rp6.500 per kilogram, langsung tanpa tengkulak. Namun, jalan itu tidak selalu mulus. Tengkulak kerap menghadang, mengaku sudah membeli gabah padahal petani belum menjual, menimbulkan miskomunikasi di lapangan.
Gilang mengaku, lambat laun, semangat tim membuat tengkulak mulai kewalahan, hingga penjemputan bisa dilakukan lebih lancar tanpa hambatan berarti di sejumlah titik.
Baginya, melihat senyum petani saat gabah dibeli dengan harga adil adalah energi terbesar, membuat lelah lembur berubah menjadi rasa bangga. Dukungan rekan-rekan tim menjadi perekat semangat. Saling menguatkan, mereka bekerja seperti keluarga, bersama menjemput gabah dan harapan bagi soko guru bangsa ini.
Baca Juga: Prabowo Kirim Burung Hantu, Petani Majalengka Jawa Barat Panen Harapan Baru
Ladang harapan
Sudaryo, petani dari Desa Panauwan, Kabupaten Kuningan, menatap karung-karung padi yang dibeli Bulog secara langsung dengan bangga. Sejak 2019, ia kembali ke kampung halaman setelah merantau bekerja di kapal, konstruksi, hingga pelabuhan. Pulang ke kampung halaman mengolah tanah warisan leluhur.
Kehadiran Bulog di desanya menjadi angin segar. Harga gabah kini pasti, Rp6.500 per kilogram, membuat petani bisa merencanakan hidup tanpa dihantui permainan tengkulak.
Baca Juga: Kisah Holifatul Jannah, Keterbatasan Tak Surutkan Perjuangan Anak Petani Raih Gelar Sarjana
"Sebelum Bulog turun, harga gabah di kisaran Rp4.800 per kilogram, jarang di atas Rp5.000 per kilogram," kata Sudaryo mengingat masa lalu saat hasil jerih payah dibeli tengkulak di bawah HPP gabah saat ini.
Kini, Tim Jemput Gabah datang ke lahan, menimbang hasil panen, dan membayar dalam 24 jam. Uang pun langsung akan digunakan Sudaryo untuk mengolah kembali lahan seluas 2 hektare tanpa berhutang. Baginya semakin luas lahan, semakin besar “gaji” yang ia tentukan setiap musim. Dengan interval panen empat bulan, ia membagi lahan agar tiap bulan ada hasil.
Anak sulungnya sudah lulus S1, yang bungsu masih SD. Semua biaya sekolah itu berasal dari hasil padi, membuktikan sawah mampu menyekolahkan anak setinggi-tingginya.
Dia bercerita, sindiran pernah datang: “Tidak gengsi jadi petani?” Sudaryo hanya tertawa. Baginya, menjadi petani berarti merdeka, tak bergantung pada perusahaan, hanya pada Tuhan dan alam.
Benteng gabah
Babinsa Desa Panawuan Serka Tri Purnomo menjadi garda terdepan, mendampingi Bulog menjemput gabah langsung dari sawah demi menepis bayang-bayang permainan harga tengkulak. Dengan harga Rp6.500 per kilogram, antusiasme petani desa binaannya melonjak, bahkan setiap hari Tri mampu memfasilitasi penyerapan hingga 10 ton gabah langsung ke Bulog.
Baca Juga: Pemerintah Kaji Tarif Ekspor Kelapa untuk Danai Peremajaan Pohon Milik Petani di Daerah
Baginya, peran Babinsa tak sekadar membantu transaksi, tetapi menjaga keamanan hasil panen sejak dipanen hingga karung-karung gabah itu sampai di truk penjemput. Setiap hari, dirinya melakukan sosialisasi kepada petani di desa binaannya jika Bulog hendak datang membeli gabah. Informasi disampaikan sehari sebelumnya agar petani segera bersiap.
Kadang penjemputan baru selesai malam, sekitar pukul 20.00 WIB atau 21.00 WIB, membuatnya harus berjaga demi memastikan gabah terserap hari itu tanpa risiko pencurian.
Bagi Tri, tiap karung gabah yang aman sampai ke Bulog adalah kemenangan kecil, tanda negara hadir, memberi harga adil, dan meruntuhkan kuasa tengkulak di desa binaannya.
Baca Juga: Jakarta Timur Berencana Bikin Saturday Market, Wali Kota Munjirin: Fasilitasi Petani dan Peternak
Tertinggi nasional
Kepala Perum Bulog Cabang Cirebon Ramaijon Purba menyatakan penjemputan gabah merupakan terobosan pertama setelah mendapat mandat khusus membeli gabah dalam kondisi panen, tidak lagi dalam bentuk beras atau gabah kering giling.
Seluruh karyawan organik dan outsourcing Bulog Cirebon diberdayakan penuh, memastikan setiap titik panen yang diinformasikan Babinsa dan penyuluh segera terlayani. Para petugas disebar ke empat wilayah kerja, yakni Kabupaten dan Kota Cirebon, Majalengka, serta Kuningan.
Dengan kekuatan 50 personel, Bulog mampu menjangkau 150 titik panen, merespons tingginya minat petani terhadap harga pembelian gabah sebesar Rp6.500 per kilogram.
Tingginya antusiasme membuat pendaftaran penjualan gabah ke Bulog harus dilakukan sehari sebelumnya, melalui koordinasi erat dengan Babinsa dan penyuluh pertanian lapangan (PPL) dari Kementerian Pertanian.
Selain mengandalkan tim internal, Bulog mengoptimalkan peran mitra untuk ikut menyerap gabah dengan harga sama, sehingga penyerapan berlangsung merata di seluruh wilayah kerja.
Hingga 31 Juli 2025, Bulog Cirebon mencatat serapan gabah setara 133.624 ton beras, angka tertinggi lima tahun terakhir, sekaligus peringkat pertama nasional.
Saat ini stok cadangan beras pemerintah di gudang Bulog Cirebon mencapai 175 ribu ton, tersimpan aman di 58 gudang induk, filial, dan sewa di wilayah itu.
Menjemput gabah langsung dari sawah menjadi wujud nyata kehadiran negara, memutus kuasa tengkulak, menghadirkan harga adil, dan menumbuhkan harapan baru bagi kesejahteraan petani desa.
(Oleh Muhammad Harianto) ***