Menjemput Panen, Meruntuhkan Kuasa Tengkulak, dan Meningkatkan Kesejahteraan Petani
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Minggu, 10 Agustus 2025 07:00 WIB

Tim Penjemput Gabah menjadi perpanjangan tangan negara, menyulam harapan bagi petani yang menukar peluh dan lelah dengan harga yang adil, dari cengkeraman tengkulak.
Gilang (25), anggota Tim Jemput Gabah Perum Bulog Cabang Cirebon menceritakan hari-harinya di jalan demi memastikan setiap butir panen petani dibeli dengan harga layak.
Setiap pagi, sebelum ke lapangan ia dan rekan-rekan berkumpul dalam arahan membahas titik jemput, perkiraan tonase, pembagian tugas, hingga memastikan kelengkapan dokumen administrasi lapangan. Perjalanan di lapangan jarang sama. Ada hari ketika 8-10 titik harus diselesaikan, kadang selesai sore, kadang hingga larut malam.
Baca Juga: Entang Sastraatmadja: Bulog, Mau Beli Gabah atau Beras?
Cuaca menjadi faktor yang tak bisa ditawar. Hujan membuat gabah basah dan berat, memaksa mereka menunda penjemputan demi menjaga kualitas sesuai standar Bulog.
Bagi Gilang, suka terbesar dari tugas ini adalah berkenalan dengan banyak orang, Babinsa desa, penyuluh pertanian, hingga petani yang kini menyambutnya dengan sapa hangat.
Ia memilih lapangan bukan hanya karena senang berinteraksi, tetapi juga karena ingin membantu petani mendapatkan harga layak, Rp6.500 per kilogram, langsung tanpa tengkulak. Namun, jalan itu tidak selalu mulus. Tengkulak kerap menghadang, mengaku sudah membeli gabah padahal petani belum menjual, menimbulkan miskomunikasi di lapangan.
Baca Juga: Presiden Prabowo Subianto Minta Penggilingan Padi Diawasi Agar Gabah Dibeli Rp6.500
Gilang mengaku, lambat laun, semangat tim membuat tengkulak mulai kewalahan, hingga penjemputan bisa dilakukan lebih lancar tanpa hambatan berarti di sejumlah titik.
Baginya, melihat senyum petani saat gabah dibeli dengan harga adil adalah energi terbesar, membuat lelah lembur berubah menjadi rasa bangga. Dukungan rekan-rekan tim menjadi perekat semangat. Saling menguatkan, mereka bekerja seperti keluarga, bersama menjemput gabah dan harapan bagi soko guru bangsa ini.
Ladang harapan
Baca Juga: Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana: Banjir di Persawahan Tidak Signifikan Pengaruhi Produksi Gabah
Sudaryo, petani dari Desa Panauwan, Kabupaten Kuningan, menatap karung-karung padi yang dibeli Bulog secara langsung dengan bangga. Sejak 2019, ia kembali ke kampung halaman setelah merantau bekerja di kapal, konstruksi, hingga pelabuhan. Pulang ke kampung halaman mengolah tanah warisan leluhur.