Polri di Antara Profesionalisme dan Tarik-menarik Kepentingan Politik
- Penulis : Abriyanto
- Sabtu, 09 Agustus 2025 05:54 WIB

Pada 2001, terjadi pertentangan keras dan hubungan yang buruk antara parlemen dengan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Dalam posisi politik yang lemah berhadapan dengan parlemen, Presiden mencoba “memainkan” institusi Polri sebagai pendukung politiknya.
Tetapi karena Kapolri pada waktu itu, Jenderal Surojo Bimantoro, tidak mau Polri ditarik ke sana-sini untuk kepentingan politik, Presiden mengganti Bimantoro dengan Jenderal Chairuddin Ismail.
Tetapi cara penggantian ini tidak melalui prosedur yang benar, yakni tanpa melalui konsultasi dan tanpa seizin DPR. Oleh karena itu, Bimantoro menolak mundur. Maka sempat terjadi dualisme kepemimpinan di Polri. Untunglah, Polri secara kelembagaan memiliki sikap tegas yang sama, tidak ingin menjadi alat politik.
Baca Juga: Anggota DPR RI Sarifah Ainun Jariyah Minta Polri Usut Tuntas Kasus Kematian Diplomat Kemlu
Berkat soliditas Polri dan juga TNI pada waktu itu, krisis politik pada 2001 --yang berujung pada pemakzulan Presiden Abdurrahman Wahid oleh Sidang Istimewa MPR RI-- bisa diselesaikan secara damai, tanpa ada setetes darah pun yang tumpah. Padahal bentrokan yang melibatkan massa pnedukung Gus Dur nyaris terjadi waktu itu.
Ini adalah episode yang menarik dan penting dalam sejarah kepolisian RI. Olah karena itu, buku ini patut dijadikan bahan bacaan, pelajaran, dan diskusi di sekolah-sekolah kepolisian, atau kampus-kampus universitas.
Para anggota polisi muda, yang tidak mengalami situasi dramatis tarik-menarik politik tahun 2001 yang nyaris membelah Polri, perlu belajar banyak tentang penyikapan Polri dari para senior yang kisah dan pengalamannya dimuat buku ini.
Baca Juga: Kapolri Listyo Sigit Prabowo Terima Penghargaan Atas Dedikasi Lindungi Hak Buruh
*Satrio Arismunandar, yang mengulas buku ini adalah penulis buku dan wartawan senior. Saat ini menjabat Pemimpin Redaksi media online OrbitIndonesia.com dan majalah pertahanan/geopolitik/hubungan internasional ARMORY REBORN.
Ia saat ini menjadi Staf Ahli di Biro Pemberitaan Parlemen, Sekretariat Jenderal DPR RI. Juga, Sekjen Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA (sejak Agustus 2021).
Ia pernah menjadi jurnalis di Harian Pelita (1986-1988), Harian Kompas (1988-1995), Majalah D&R (1997-2000), Harian Media Indonesia (2000-2001), Executive Producer di Trans TV (2002-2012), dan beberapa media lain.
Baca Juga: Tiga Anak Anggota Polri Ini Raih Adhi Makayasa 2025
Mantan aktivis mahasiswa 1980-an ini pernah menjadi salah satu pimpinan DPP SBSI (Serikat Buruh Sejahtera Indonesia) di era Orde Baru pada 1990-an. Ia ikut mendirikan dan lalu menjadi Sekjen AJI (Aliansi Jurnalis Independen) 1995-1997.