Baginya, menjadi mahasiswa bukan hanya soal kuliah dan lulus. Tapi tentang memanfaatkan usia muda untuk berkontribusi. “Kita bisa memilih: ingin jadi mahasiswa biasa, atau mahasiswa yang kelak dikenang karena pernah ikut membangun bangsa,” tegasnya.

Dzikri adalah bukti bahwa pendidikan bukan monopoli mereka yang kaya, dan pengaruh tidak selalu datang dari panggung yang bising. Ia hadir dari lorong sunyi, dari buku-buku yang ia tulis sendiri, dari mimpi yang dibangun perlahan, namun dengan komitmen luar biasa.

Ia meyakini: “Prestasi bukan soal pujian, tapi soal tanggung jawab terhadap potensi yang Allah titipkan.” Sebuah prinsip sederhana, namun kuat. Keyakinan yang kini menuntunnya untuk terus berjalan, tak hanya mengejar gelar, tapi membangun bangsa melalui pena, pemikiran, dan keteladanan. *** (AL)

Baca Juga: Azizir Rohma Febriyani, Menjadi Pengajar Mahasiswa Asing di Usia 20