Pakar UGM: Pengelolaan Bersama Ambalat Perlu Kepastian Batas Wilayah Antara Indonesia dan Malaysia
- Penulis : Mila Karmila
- Jumat, 11 Juli 2025 08:30 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Pakar Geodesi Universitas Gadjah Mada (UGM) I Made Andi Arsana menilai, kesepakatan pengelolaan bersama wilayah Ambalat antara Indonesia dan Malaysia perlu disertai kepastian batas wilayah yang sah.
"Tetap harus ada kesepakatan batas wilayah nantinya, apakah dibagi dua atau Indonesia mendesak Malaysia untuk memiliki wilayah tersebut. Jangan sampai kesepakatan saat ini kemudian dianggap menjadi final," ujar Andi dalam keterangannya di Yogyakarta, Kamis, 10 Juli 2025.
Ia menyebut kerja sama tersebut bersifat sementara karena Indonesia dan Malaysia masih mengklaim wilayah yang sama.
Baca Juga: Bus Mahasiswa Universitas Pendidikan Sultan Idris di Malaysia Kecelakaan, 15 Orang Dilaporkan Tewas
Kerja sama itu, menurut dia, perlu mendapat pengawasan secara seksama oleh semua pemangku kepentingan mengingat kawasan Ambalat menyimpan kekayaan minyak, gas, bahkan biota laut yang melimpah.
Di sisi lain, kata dia, sejumlah kasus penangkapan destruktif juga kerap kali terjadi di area tersebut. "Sengketa Ambalat ini tentunya menjadi hambatan bagi Indonesia untuk memberlakukan kebijakan demi melindungi ekosistem laut," ujarnya.
Andi berpendapat meskipun sudah ada kesepakatan pengelolaan bersama, langkah itu harus diikuti dengan pembahasan teknis yang jelas mencakup ruang pengelolaan, pembagian hasil, dan jangka waktu kerja sama.
Baca Juga: Malaysia Nyatakan Keprihatinan Atas Penahanan Awak Kapal Madleen oleh Israel
"Kita harapkan kesepakatan tersebut dapat menjadi jembatan pada keputusan akhir garis batas wilayah laut Indonesia dan Malaysia di Selat Makassar," ucapnya.
Dia menyebutkan batas laut Sabah, Malaysia dan Kalimantan, Indonesia yang berbatasan dengan Pulau Sulawesi belum disepakati sejak lama. Tahun 1966-1970, kata Andi, Indonesia telah melakukan pengelolaan minyak di wilayah tersebut tanpa adanya kesepakatan dengan Malaysia.
Dasar garis perbatasan tersebut, menurut dia, dilakukan Indonesia dengan menarik garis batas pulau terluar sebagai acuan batas wilayah. Pemerintah Indonesia menganggap bahwa seluruh wilayah laut selatan merupakan milik Indonesia, dan wilayah utara adalah Malaysia.
Baca Juga: PM Malaysia Anwar Ibrahim Telepon Presiden Iran Masoud Pezeshkian Bahas Konflik dengan Israel
Namun pada tahun 1979, Malaysia melakukan klaim sebagian wilayah laut selatan, termasuk yang sudah dikelola oleh Indonesia. "Sebetulnya, baik Indonesia maupun Malaysia sama-sama melakukan klaim sepihak. Sampai saat itu juga belum ada kesepakatan," ujarnya.
Pada perkembangannya, kata Andi, Indonesia terus menjalankan proyek pengelolaan di wilayah sengketa yang dinamakan Blok Bukat dan Sebawang.
"Menariknya area tersebut kalau diperhatikan mengikuti klaim sepihak dari Malaysia. Kemudian berlanjut sampai tahun 1999 barulah wilayah Ambalat seluas 15.235 kilometer persegi dimunculkan Indonesia sebagai proyek minyak dan gas," kata dia.
Menurut dia, sengketa terus berlanjut sampai pada 2005 Malaysia juga melakukan pengelolaan di wilayahnya sesuai klaim sebelumnya. Dengan demikian, Indonesia dan Malaysia belum mencapai kesepakatan namun telah melakukan pengelolaan sumber daya laut di wilayah yang sama.
"Kalau dilihat dari kacamata netral hukum wilayah laut ya memang ini belum milik siapa-siapa. Namun perlu ditegaskan ada 'overlapping' klaim di sini. Tidak semua wilayah Selat Makassar adalah Ambalat," tutur Andi.
Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim sepakat membangun kerja sama pengelolaan wilayah perbatasan di Ambalat melalui mekanisme joint-development.
Baca Juga: Malaysia Kutuk Keras Agresi Militer dan Tindakan Genosida oleh Zionis Israel yang Meningkat di Gaza
Kesepakatan itu diumumkan dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta pada 27 Juni 2025 di sela pertemuan bilateral kedua kepala negara itu.***