DECEMBER 9, 2022
Kolom

Di Balik Ledakan Perang Israel-Iran

image
Dr. KH Amidhan Shaberah, Ketua MUI 1995-2015/Komnas HAM 2002-2007 (Foto: ANTARA)

Pertanyaan dan Jawaban tersebut di atas sangat klasik. Hasilnya tidak menyentuh persoalan mendasar dari penyebab konflik tersebut. Kenapa? Karena  persoalan konflik Israel dan Iran sesungguhnya menyangkut isu geopolitik,  geokultural, dan hubungan internasional yang sangat kompleks.

Di dalamnya termasuk pula isu etnis, agama, dan kultural, yang ditarik sejak 586 tahun sebelum Masehi. Yaitu, saat bangsa Israel terusir dari tanah airnya di Kanaan (Palestina). 

Di sisi lain, negara-negara Barat yang mendukung Israel, mengaitkan pula isu perang tersebut dengan sejarah masa lalunya. Yaitu ketika bangsa Persia (Iran) konflik dengan Romawi (Barat).

Baca Juga: Gencatan Senjata yang Rapuh dan Aneh antara Iran - Israel

Dalam sejarah, konflik antara Romawi dan Persia berlangsung selama beberapa abad dan terjadi dalam berbagai periode sejarah, terutama antara Kekaisaran Romawi  (Romawi Timur/Bizantium) melawan dua dinasti Persia -- Parthia dan Sassanid -- antara 66 SM -- 224 M. 

Belakangan, sejak masuknya Islam ke Persia, konflik kultural antara Barat (Romawi) versus Iran (Persia) makin rumit dan kompleks. Celakanya, di tengah-tengah konflik itu, muncul pula bangsa Israel (yang terusir dari tanah kelahirannya di Kanaan, Palestina) yang ditempatkan kembali oleh Barat (Inggris)  ke tanah yang "dijanjikan" itu melalui Deklarasi Balfour pada tahun 1917.

Padahal tanah yang "dijanjikan tersebut" sudah ditempati bangsa Arab berabad-abad lamanya. Atas nama tanah yang dijanjikan itulah berdirilah negara Israel yang didukung Inggris dan Amerika, pemenang perang dunia pertama dan kedua. Selanjutnya Barat pun mendukung eksistensi Israel. Kompleksitas kultural itulah yang kini "menyelimuti" nuansa  perang Israel dan Iran tersebut. 

Baca Juga: Komandan Pasukan Quds Iran Muncul di Publik Setelah Laporan Pembunuhannya oleh Israel

Dalam konteks inilah, kita bisa memahami negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat dan sekutunya, yang menganggap bahwa jika Iran (Persia) memiliki senjata nuklir, maka akan sangat berbahaya. Tidak hanya di Timur Tengah. Tapi juga di dunia. Dan yang terpenting, bom nuklir Iran akan melenyapkan Israel, negara yang eksistensinya didukung Barat. Itulah kekhawatiran Barat terhadap fasilitas nuklir di Iran.

Di era modern, Israel adalah sekutu strategis AS  di Timur Tengah. Negara-negara Barat tidak melarang Israel membangun fasilitas nuklirnya karena pertimbangan strategis tadi. Padahal menurut berbagai sumber, Israel kini mempunyai 80–90 hulu ledak nuklir. Tel Aviv tidak pernah membantahnya.

Di pihak lain, Iran memiliki hubungan yang amat  buruk dengan AS dan negara-negara Barat sejak Revolusi Islam 1979. Ini membuat pengawasan terhadap fasilitas nuklir Iran lebih ketat dan penuh kecurigaan.

Baca Juga: Mengapa Taktik Blitzkrieg Israel Gagal Menghancurkan Iran

Padahal Iran sebagai anggota NPT secara resmi menyangkal ingin membuat bom nuklir. Tapi  program pengayaan uraniumnya yang intensif menimbulkan kekhawatiran Barat. Karena teknologi pengayaan uranium bisa digunakan untuk membuat bom nuklir.

Halaman:

Berita Terkait