Mengenal Ayatollah Ali Khamenei Sang Keturunan Nabi
- Penulis : Krista Riyanto
- Jumat, 20 Juni 2025 06:00 WIB

Jika ada kurikulum “Survivor of Oppression”, dia bisa jadi pengajarnya.
Tahun 1981, ia menjabat sebagai Presiden Iran. Tapi jangan bayangkan presiden seperti kepala OSIS. Di Iran pasca-revolusi, menjadi presiden adalah seperti jadi penyeimbang di sirkus api, di mana jika salah langkah, bisa disambar fatwa atau granat geopolitik.
Meski begitu, ia menjalani dua periode dengan gaya khas, kalem, bermakna, dan tidak pernah kehabisan metafora religius saat diwawancarai.
Baca Juga: Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei Pimpin Salat Jenazah Ismail Haniyeh
Namun puncaknya datang di tahun 1989, ketika Ayatollah Ruhollah Khomeini wafat.
Dunia bertanya-tanya, siapa yang cukup kuat, cukup alim, dan cukup tahan sensor untuk menggantikannya?
Jawabannya adalah Khamenei, diangkat sebagai Pemimpin Tertinggi Iran, atau Supreme Leader, posisi yang secara fungsional setara dengan gabungan pemimpin agama, presiden, jenderal, dan CEO Google dalam satu tubuh berjubah.
Baca Juga: The New York Times: Pemimpin Tetinggi Iran Ayatollah Ali Khmenei Keluarkan Perintah Menyerang Israel
Sebagai Supreme Leader, ia memegang kekuasaan atas militer, kehakiman, media, dan bahkan… keheningan.
Tak ada keputusan strategis tanpa seizin beliau. Bahkan senjata nuklir pun pernah ia ‘haramkan’ lewat fatwa, membuat uranium di bawah tanah Iran ikut berkeringat.
Dalam forum internasional, ia tidak pernah hadir langsung. Tapi cukup dengan satu khutbah Jumat, bursa saham bisa demam, dan para analis politik butuh ibu profen.
Ia juga selamat dari percobaan pembunuhan tahun 1981, yang melumpuhkan lengan kanannya. Tapi jangan khawatir, karena setelah itu, banyak yang bilang lengan kirinya jadi lebih puitis dan ideologis.