Menyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025: Saat Plastik Bertemu AI
- Penulis : Mila Karmila
- Sabtu, 07 Juni 2025 10:37 WIB

Oleh Gunawan Trihantoro*
ORBITINDONESIA.COM - Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 mengangkat tema yang mendesak sekaligus menjanjikan, mengakhiri polusi plastik. Dunia sepakat, plastik bukan lagi solusi, melainkan krisis yang harus ditangani dengan visi dan inovasi.
Kabar baiknya, kita hidup di era kecerdasan buatan, di mana kemampuan manusia didorong melampaui batas oleh algoritma dan data. Tapi apakah AI akan menjadi sekutu alam atau justru musuh baru dalam baju kemewahan teknologi?
Baca Juga: Praktisi Industri Plastik Ini Pastikan Galon Polikarbonat Aman Digunakan untuk AMDK
Plastik telah menjelma menjadi simbol kontradiksi modernitas yang mudah, murah, dan merusak. Kita mencintainya karena kenyamanan, tapi membencinya karena jejak panjang kerusakan yang ditinggalkan di laut, tanah, dan tubuh manusia.
Kita harus jujur, selama ini kita hanya “mengelola” plastik, bukan menghentikannya. Kita mendaur ulang sebagian kecilnya, sementara sisanya mengendap di dasar ekosistem. Kita menunggu solusi ajaib, padahal kita sendiri yang menciptakan masalahnya.
Di sinilah AI hadir bukan sebagai penyihir, tetapi sebagai alat reflektif. Dengan AI, kita bisa memetakan jejak plastik secara real time, merancang bahan pengganti yang ramah lingkungan, bahkan memprediksi dampak jangka panjang dari pola konsumsi kita.
Baca Juga: Apapun Jenis Plastiknya, Konsumen Tetap Memilih Galon Guna Ulang untuk Air Minum Dalam Kemasan
Bayangkan robot pemilah sampah di TPS, yang dengan akurasi tinggi mampu membedakan plastik PET dari PVC. Atau model AI yang menganalisis tren pasar untuk mengurangi produksi kemasan sekali pakai. Ini bukan masa depan, ini sedang terjadi.
Namun, teknologi tanpa kesadaran adalah kekosongan. Kita tidak bisa menyerahkan tanggung jawab penuh pada mesin. AI tak bisa menggantikan empati, tanggung jawab, dan kesadaran kolektif. Ia hanya memperbesar niat baik atau buruk kita.
Maka perubahan harus dimulai dari hulu: dari hati yang peduli, pikiran yang sadar, dan kebijakan yang berpihak pada masa depan. Pendidikan harus menanamkan cinta lingkungan sejak dini, bukan sekadar teori, tapi melalui praktik dan keteladanan.
Baca Juga: Biar Adil, Penggunaan Semua Kemasan Plastik Harus Dilarang di Bali
Lalu bagaimana peran kita sebagai individu di era AI ini? Kita harus menjadi "manusia pembelajar" yang menggunakan teknologi untuk memperkuat gerakan lingkungan. Mengunduh aplikasi pelacak jejak karbon, memilih produk berlabel hijau, atau ikut kampanye digital.
Di sisi lain, industri pun tidak boleh bersembunyi di balik jargon hijau. Mereka harus transparan dan kolaboratif. AI bisa mengawasi rantai produksi, namun hanya etika dan regulasi yang dapat mengarahkannya menuju keberlanjutan.
Republik Korea sebagai tuan rumah perayaan global 2025 memberi contoh menarik. Negara ini dikenal dengan kecanggihan teknologinya, namun juga mulai mengembangkan inisiatif hijau di ruang publik, desain kota, dan sistem pengelolaan limbah.
Kita bisa belajar bahwa modernitas tidak harus identik dengan kehancuran alam. Justru sebaliknya: teknologi bisa menjadi lensa yang memperjelas keterhubungan kita dengan bumi, bukan tirai yang menutupinya.
Dalam refleksi ini, Hari Lingkungan Hidup bukan sekadar seremoni tahunan. Ia adalah alarm spiritual untuk membangunkan nurani kolektif. Kita diingatkan bahwa bumi bukan milik kita, melainkan warisan yang harus kita jaga untuk generasi selanjutnya.
Saat plastik bertemu AI, yang dibutuhkan bukan hanya kecerdasan buatan, tetapi kebijaksanaan sejati. Dunia yang bersih tidak tercipta dari klik dan kode semata, melainkan dari keberanian manusia untuk hidup lebih sadar, sederhana, dan saling menjaga.
Baca Juga: Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur Minta Warga Gunakan 'Tumbler' Kurangi Botol Plastik
Jadi, mari gunakan era AI ini sebagai momentum. Bukan untuk menciptakan ilusi kemajuan, melainkan untuk menata ulang cara hidup. Karena jika kita gagal belajar dari plastik, mungkin kita akan belajar dari kerusakan yang tidak bisa dibatalkan.***
*Gunawan Trihantoro, Ketua Satupena Kabupaten Blora dan Sekretaris Kreator Era AI Jawa Tengah.