DECEMBER 9, 2022
Kolom

Teknologi Militer dan Cognitive Warfare Dalam Konflik India-Pakistan

image
Pesawat J-10 buatan China, yang digunakan AU Pakistan melawan AU India (Foto: Istimewa)

Oleh Marsma TNI Asst. Prof. Dr. Ir. Arwin Sumari*

ORBITINDONESIA.COM - Serangan teroris di kota turis, Pahalgam di wilayah Kashmir telah memicu munculnya tuduhan dari negara India bahwa negara Pakistan berada di balik serangan teroris yang menewaskan 26 orang yang sebagian besar adalah warga India.

Kelompok teroris tersebut ditengarai berafiliasi dengan Lashkar-e-Taiba yang memiliki kaitan erat dengan badan mata-mata militer Pakistan, Inter-Services Intelligence (ISI).

Baca Juga: TNI AU Bakal Diperkuat 4 Helikopter H145 Buatan Airbus Helicopters Prancis dan PT Dirgantara Indonesia

Sebagai bentuk retalisasi atau pembalasan, India mengerahkan angkatan bersenjatanya dan merencanakan serangan udara ke sembilan lokasi. Empat lokasi di wilayah Pakistan dan lima lokasi di wilayah Kashmir yang berada dalam administrasi Pakistan yang terindikasi sebagai kamp-kamp teroris.

Pada operasi militer yang diberi nama “Operation Sindoor”, India yang merupakan mitra kunci Amerika Serikat di wilayah Indo-Pasifik, mengerahkan pesawat-pesawat tempur Rafale buatan Prancis, serta Su-30MKI dan Mig 29 buatan Rusia.

Di sisi lain, Pakistan mengerahkan pesawat-pesawat tempur J-10 dan JF-17 buatan China (Chan 2025). Pakistan yang adalah negara non-NATO yang menjadi sekutu Amerika Serikat, tidak menerbangkan pesawat tempur F-16 walau telah memilikinya dalam jumlah yang cukup banyak.

Baca Juga: Tiga Pesawat TNI AU Uji Coba Landasan Pacu Bandara Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur

Konflik udara ini melibatkan lebih dari 100 pesawat tempur dari kedua belah pihak (TRT Global 2025), namun masing-masing masih berada di wilayah udara masing-masing agar tidak meningkatkan eskalasi konflik kedua negara.

India dan Pakistan memiliki hubungan erat dengan Amerika Serikat, namun konflik tetap terjadi didasarkan pada pertimbangan dari negara masing-masing.

Pada konflik udara yang terjadi pada 7 Mei 2025, Pakistan mengklaim telah menjatuhkan lima pesawat tempur India yang terdiri atas tiga Rafale, satu Su-30MKI dan satu Mig 29.

Baca Juga: Marsekal TNI Mohamad Tonny Harjono: TNI AU Perkuat Pertahanan Siber Melalui Latihan Angkasa Yudha 2024

Namun di hari berikutnya, India mengklaim telah menjatuhkan dua pesawat tempur Pakistan tanpa menyebutkan jenisnya.

Di sisi lain, juga ditemukan informasi bahwa yang ditembak jatuh adalah pesawat tempur Mirage 2000. Hingga saat ini belum diperoleh informasi yang tepat mengenai ditembak jatuhnya pesawat-pesawat tempur dari kedua belah pihak, termasuk jenis dan jumlahnya.

Diberitakan bahwa salah satu pesawat tempur Rafale tersebut ditembak jatuh menggunakan peluru kendali PL-15 buatan China. Namun klaim tersebut dibantah oleh India karena tidak ada bukti fisik tentang tertembaknya pesawat tempurnya oleh peluru kendali tersebut. Namun hingga saat ini yang tampaknya mulai terang adalah hilangnya satu pesawat tempur Rafale dalam misi tersebut.

Baca Juga: TNI AU dan Angkatan Udara Jepang Jalin Kerja Sama Bidang Intelijen untuk Perkuat Pertahanan Udara

Terlepas dari klaim kedua pihak, dalam analisis ini dibangun sebuah argumentasi bahwa keunggulan teknologi militer merupakan fitur penting untuk memenangkan konflik.

Pengombinasian fitur tersebut dengan cognitive warfare semakin memperkuat kemenangan konflik melalui pengubahan cara berpikir manusia mengikuti pola informasi yang telah dibangun secara terstruktur dan masif.

Keunggulan teknologi militer hanya dapat dicapai melalui kompetisi tanpa lelah dan tanpa henti dalam berinovasi dan berkreasi di dalam lingkungan yang kompetitif dan inovatif.

Baca Juga: KSAU Marsekal Mohamad Tonny Harjono: TNI AU Harus Tanggap, Adaptif, dan Punya Strategi Komprehensif

Namun informasi memegang peranan sangat penting dan menjadi kunci dalam konflik bersenjata, termasuk konflik udara antara Pakistan dan India.

Kompetisi Teknologi Militer

Konflik antara Pakistan dan India telah berlangsung lama terutama di wilayah Kashmir yang terbelah menjadi dua wilayah administrasi, yakni wilayah Utara di bawah administrasi Pakistan dan wilayah Selatan di bahwa administrasi India.

Baca Juga: TNI AU Sebut Mencuci Pesawat Jet Tempur F-16 Secara Manual Lumrah Dilakukan

Konflik bersenjata antar kedua negara di wilayah Kashmir telah terjadi sejak tahun 1948 termasuk Perang Kargil pada tahun 1999, dan memuncak pada kejadian Pahalgam pada April 2025 yang berujung pada serangan udara ke lokasi-lokasi teroris di wilayah Pakistan dan di wilayah Kashmir dalam administrasi Pakistan pada awal Mei 2025 lalu.

Secara geografis, wilayah Kashmir terletak di Pakistan dan India yang telah lama menjadi sasaran perebutan wilayah secara penuh oleh kedua negara.

Sebagian wilayah Kashmir terletak di Pegunungan Himalaya dengan lokasi-lokasi tertentu yang memberikan jalan bagi penyusupan pasukan militer dari kedua belah pihak sebagaimana yang memicu terjadinya Perang Kargil, dan juga diindikasikan menjadi lokasi kamp-kamp teroris yang didukung oleh Pakistan.

Baca Juga: Wakil KSAU Marsdya Andyawan Martono Putra Tegaskan TNI AU Telah Siap Rawat Rafale

Secara militer, kekuatan alat utama sistem senjata India melampaui Pakistan. India merupakan negara dengan penduduk terbanyak kedua setelah China dan merupakan mitra kunci Amerika Serikat di kawasan Indo-Pasifik.

Militer India memperoleh dukungan teknologi dari Rusia dan Prancis, sedangkan Pakistan memperoleh dukungan teknologi dari China walau Pakistan merupakan negara non-NATO yang menjadi mitra Amerika Serikat.

Meski kedua negara adalah sekutu Amerika Serikat terutama di kawasan Asia Selatan, keduanya bukan mitra dan tidak selalu akur. Sebaliknya satu dengan lainnya menganggap sebagai ancaman terutama di wilayah Jammu dan Kashmir yang telah menjadi sumber konflik sejak dulu.

Baca Juga: TNI AU Bahas Kerja Sama Pertahanan Udara dengan Militer Australia

Berdasarkan pada perspektif ancaman terdekat dan menonjol adalah negara tetangga terdekat, kedua negara berpacu untuk membangun dan mengembangkan teknologi militer sebagai langkah penangkalan (deterrence).

Meraih keunggulan teknologi militer dapat diperoleh dengan beragam cara. Di antara cara-cara tersebut adalah melalui program transfer teknologi, memberikan pembekalan keilmuan dan kompetensi kepada sumber daya manusia potensial, dan melakukan reverse engineering.

Khusus cara terakhir diperlukan kebijakan yang sangat kuat dan berani dari pemerintah. Untuk unggul dalam teknologi militer, India telah mengubah kerangka kebijakan atau reformasi kebijakan, meningkatkan alokasi anggaran, peningkatan teknologi, dan mendorong produksi domestik.

Baca Juga: Satuan Pemeliharaan TNI AU Sulap Ban Bekas Jadi Perahu untuk Dipakai Evakuasi Korban Banjir

India berambisi untuk menjadi pusat manufaktur pertahanan global dengan cara mengombinasikan pembangunan kemampuan dalam negeri dan kolaborasi strategis internasional dengan tetap mempertahankan besaran anggaran pertahanan sebesar 1,9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Bahkan industri pertahanan India telah memenangkan kontrak pengadaan peluru kendali BrahMos untuk Indonesia (Foundation 2025). Pengembangan teknologi pertahanan India didukung oleh Amerika Serikat, Prancis, Rusia, dan Israel.

Sejak diembargo oleh Amerika Serikat pada tahun 1999 yang menyebabkan puluhan pesawat tempur F-16-nya gagal diperbarui, telah mendorong Pakistan memajukan industri pertahanannya melalui Pakistan Aeronautical Complex (PAC).

Baca Juga: TNI AU Gelar Latihan Terjun Payung untuk Siswa Akmil di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur

Dengan kesungguhan yang tinggi PAC mampu melakukan retrofit pada pesawat tempur Mirage III/Mirage 5 melalui program Retrofit of Strike Element (ROSE).

Berdasarkan dari pengalaman ini, PAC melakukan pembangunan bersama (co-development) pesawat tempur JF-17 Thunder dengan bantuan China (Saw 2024).

Sejak 1962, China merupakan teman dekat Pakistan dan merupakan sumber tetap peralatan militer Pakistan. China memberikan asistensi dalam pembangunan pabrik-pabrik munisi dan modernisasi fasilitas-fasilitas yang telah ada (Chandrashekhar 2016), walau pada konflik udara terjadi China keterlibatannya dalam mendukung Pakistan (Sinha 2025).

Baca Juga: Pakistan: Serangan Rudal India Tewaskan 8 Orang, Dua hilang, dan Lukai 35 Orang

Pada tahun fiskal 2025, Pakistan telah menaikkan anggaran pertahanannya ke angka 2,8% dari PDB (Rnewsauthor 2025).

Dalam konteks konflik udara antara India dan Pakistan, diberitakan bahwa keunggulan Angkatan Udara Pakistan terhadap Angkatan Udara India adalah kemampuan deteksi dini jarak jauh yang dijalankan oleh pesawat Airborne Early Warning & Control (AEW&C) Erieye dari Swedia, yang juga mengarahkan pesawat tempur J-10 untuk mengarahkan peluru kendali PL-15 Beyond Visual Range (BVR) dan peluru kendali HQ-9 ke formasi pesawat-pesawat tempur Angkatan Udara India (Tong 2025; Osborne 2025).

Interkoneksi antara sensor dan penembak (shooter) di bawah kendali pusat komando dan kendali tersebut yang disimpulkan sebagai kunci kemenangan konflik udara tersebut.

Baca Juga: Situasi Makin Panas, Pakistan Tembak Jatuh Lima Jet Tempur India

Dalam konteks ini, Angkatan Udara Pakistan dianggap telah berhasil memberdayakan dan menerapkan Network-Centric Warfare (NCW) untuk menunjukkan keunggulan udaranya.

Cognitive Warfare

Spekulasi berita mengenai ditembak jatuhnya lima pesawat tempur India oleh pesawat tempur Pakistan melalui peluru kendali PL-15 telah merebak luas di berbagai media daring dan media sosial terutama berita ditembak jatuhnya pesawat tempur utama India yang berharga sangat mahal yakni Rafale, yang diperkuat dengan foto dan video yang memperlihatkan kepingan reruntuhannya.

Baca Juga: Ketua DPR RI Puan Maharani Minta Pemerintah Jamin Keselamatan Warga Indonesia di India - Pakistan

Hingga saat ini berita tersebut masih dibahas oleh beragam pengamat dari dalam dan luar negeri. Berita spekulatif tersebut diperkuat oleh militer Pakistan melalui pernyataan resmi yang disiarkan melalui saluran televisi resmi dan berita daring resmi.

Berita tersebut dibantah oleh pihak militer India yang menyatakan bahwa semua pilotnya kembali dengan selamat. Sebaliknya, India secara resmi menyatakan bahwa mereka telah menembak jatuh dua pesawat tempur F-16 dan pesawat AEW&C Pakistan (Nanda 2025).

Kedua belah pihak saling klaim bahwa mereka adalah pemenang dari konflik udara tersebut.

Baca Juga: India Serang Sistem Pertahanan Udara Pakistan

Pemberitaan yang dilakukan oleh kedua belah pihak disertai saling klaim kemenangan dan disebarkan secara berulang-ulang serta terus menerus melalui beragam media baik fisik maupun elektronik dan media daring merupakan upaya untuk mempengaruhi pikiran masyarakat mengenai konflik yang sedang terjadi antara kedua negara.

Aktivitas-aktivitas yang dilakukan tersebut merupakan salah satu implementasi dari cognitive warfare, satu bentuk konflik yang ditujukan untuk memanipulasi dan mempengaruhi persepsi dan pikiran serta keyakinan seseorang atau masyarakat dengan cara menyerang kognitif atau cara berpikirnya agar tujuan-tujuan strategis pelaku cognitive warfare tercapai (Command 2023).

Perang ini dilakukan dengan memanfaatkan beragam teknologi untuk melakukan disinformasi dan manipulasi informasi serta propaganda agar informasi buatan yang disampaikan tersebut dianggap sebagai informasi yang benar.

Baca Juga: Pakistan Lancarkan Operasi Militer Berskala Besar Balas Serangan India, Gudang Rudal Dihantam

Media sosial dan media daring dalam ruang siber merupakan sarana masif untuk melakukan cognitive warfare dengan memanfaatkan kecerdasan artifisial (Artificial Intelligence) dan teknik-teknik dalam keamanan siber serta operasi psikologi.

Sebagai contoh cognitive warfare dalam konflik udara India dan Pakistan diantaranya adalah ditembak jatuhnya beberapa pesawat tempur India oleh Pakistan dan ditembak jatuhnya pesawat AEW&C Pakistan oleh India.

Lessons Learned

Baca Juga: Memahami Akar Konflik India - Pakistan Terkait Wilayah Jammu dan Kashmir

Dari konflik udara antara India dan Pakistan, terdapat beberapa lessons learned penting. Yang pertama adalah tindakan tidak bertanggung jawab dapat memicu kembali konflik besar antar dua negara di Asia Selatan tersebut.

Terlebih lagi konflik antar dua negara tersebut telah mengakar berpuluh-puluh tahun dan beberapa perang besar telah terjadi antar kedua negara tersebut.

Konflik dua negara bertetangga tersebut secara langsung berdampak pada keamanan kawasan dan perubahan geopolitik di kawasan tersebut serta memberikan dampak kerugian pada kedua belah pihak terutama masyarakat yang berada di wilayah konflik.

Baca Juga: Gencatan Senjata India-Pakistan Dimulai Sejak Sabtu, Pukul 18.30 WIB

Yang kedua adalah mengenai klaim kemenangan konflik udara oleh masing-masing pihak yang berkonflik merupakan tindakan psikologis untuk menentramkan warganegara masing-masing.

Namun klaim tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti fisik yang nyata terkait klaim kemenangan tersebut. Pemberitaan dari media daring dan media sosial serta analisa dari para pengamat sangat mudah dikendalikan untuk kepentingan klaim kemenangan pihak tertentu.

Lessons learned ketiga adalah analisis mengenai ditembak jatuhnya beberapa pesawat tempur India, dan juga beberapa pesawat tempur dan pesawat AEW&C Pakistan belum dapat dibuktikan kebenarannya karena ketiadaan bukti-bukti fisik secara nyata. Lebih lagi, kedua pihak juga dengan tegas menyangkal analisa tersebut.

Baca Juga: India dan Pakistan Membahas Ketentuan Gencatan Senjata

Maka, analisis mengenai kehebatan pesawat tempur JC-10 beserta peluru kendali PL-15 dan kerentanan pesawat tempur Rafale belum dapat diyakini kebenarannya.

Termasuk kehebatan Pakistan yang disebut berhasil mengaplikasikan NCW dalam konflik udara tersebut.

Pelajaran keempat adalah tentang kecermatan dalam melakukan assessment terhadap konflik udara yang sedang terjadi antara kedua negara dan tidak terjebak dalam isi berita media daring atau media sosial, dan juga analisa dari para pengamat yang tidak dilandasi oleh bukti-bukti fisik dan nyata dari sumber yang sah.

Baca Juga: Gencatan Senjata India - Pakistan Beri Kelegaan Bagi Penduduk Setempat Dekat Perbatasan

Jebakan tersebut akan membuahkan hasil ketika cara berpikir otak kita tergiring ke dalam pola yang mereka programkan sehingga keputusan yang diambil selaras dengan yang mereka inginkan.

Lessons learned yang juga sangat penting adalah teknologi telah mengubah model peperangan konvensional ketika aktivitas-aktivitas operasi manusia telah digantikan oleh teknologi-teknologi maju.

Aktivitas pengindraan jarak jauh telah digantikan oleh satelit dan pesawat AEW&C atau drone, aktivitas penembakan jarak jauh BVR dapat dipandu oleh satelit atau pesawat AEW&C atau moda lainnya yang ditingkatkan akurasinya oleh teknologi kecerdasan artifisial, dan aktivitas dalam proses pengambilan keputusan ditingkatkan kecepatan proses dan akurasinya dengan bantuan teknologi kecerdasan artifisial dan fusi informasi.

Baca Juga: Jubir Kemlu India: Pakistan Terpaksa Hentikan Tembakan Karena Kekuatan India

Selain itu, kecepatan pengambilan keputusan juga diperkuat oleh teknologi NCW.

*Marsma TNI Asst. Prof. Dr. Ir. Arwin Sumari adalah Staf Khusus Kepala Staf Angkatan Udara.***

Halaman:

Berita Terkait