Buku
Moderasi Islam, Ajaran, Pemikiran dan Implementasinya Dalam Pandangan Syahrin Harahap
- Penulis : Mila Karmila
- Kamis, 10 April 2025 15:29 WIB

Syahrin Harahap. Moderasi Islam: Ajaran, Pemikiran, dan Implementasi (Foto: Istimewa)
Syahrin Harahap. Moderasi Islam: Ajaran, Pemikiran, dan Implementasi. Edisi ke-3. Penerbit: Istiqamah Mulya Foundation, 2025. Tebal: 362 halaman.
ORBITINDONESIA.COM - Buku karya Syahrin Harahap ini menjelaskan berbagai konsep, yang tercakup dalam istilah seperti wasathiyyah, moderat, toleransi, kelembutan dan banyak lagi. Semua kosa kata itu bukan saja diuraikan dengan jelas tetapi diberi contoh-contoh yang sesuai.
Sebenarnya konsep moderat dalam agama sudah menimbulkan satu kontroversi, sehingga karya Syahrin Harahap ini hadir tepat pada waktunya.Dalam sejarah umat Islam sudah membuktikan kelakuan moderat. Dua contoh yang jelas sekali diutarakan oleh Syahrin Harahap.
Yang pertama ialah Piagam Madinah dan yang kedua ialah UUD45. Kedua bahan tersebut sudah tentu menunjukkan sifat moderat yang digambarkan secara panjang lebar oleh penulis.
Sebaliknya beberapa konsep negatif juga dibentangkan seperti: ‘terorisme‘, ‘fundamentalisme’, ‘ekstremisme’ dan sebagainya. Untuk membuktikan bahwa agama Islam memang menentang konsep itu, maka beberapa ayat Alquran dan Hadis disebutkan dengan rujukan yang tepat.
Salah satu yang menarik ialah bahwa Syahrin Harahap memberi usul untuk jangka pendek dan jangka panjang. Syahrin bukan saja menguraikan keadaan pada masa ini tetapi juga berusaha mengemukakan usul untuk mengelakkan bahaya yang bisa ditemui dalam amalan agama Islam yang melenceng.
Walaupun pada prinsipnya atau dari segi teorinya umat Islam adalah umat wasatiyyah, namun dewasa ini pada realitasnya kehidupan mereka tidak banyak menunjukkan ciri wasatiyyah, ciri keseimbangan dan ciri keadilan seperti yang diajarkan oleh agama Islam.
Sebaliknya, tampak jurang lebar yang memisahkan antara kehidupan umat Islam masa kini dan kehidupan wasatiyyah yang dituntut oleh Alquran dan Sunnah Nabawi. Jurang pemisahan antara ideal dan realitas dalam merealisasikan umat wasatiyyah menjadi semakin melebar disebabkan faktor-faktor sejarah yang terbagi pula kepada faktor luaran dan faktor dalaman.
Ternyata bahwa faktor luaran, khasnya kolonialisme Barat termasuk di Nusantara, merupakan faktor yang lebih besar dan lebih serius daripada faktor dalaman dari segi dampak dan impaknya ke atas peradaban Islam. Buat beberapa abad lamanya, dunia Islam telah diperintah oleh kuasa-kuasa kolonial Barat.
Sebagai konsekuensinya, peradaban Islam yang pada umumnya didasarkan kepada nilai-nilai wasatiyyah dan keseimbangan telah menjadi semakin lemah dan mundur manakala peradaban Barat semakin kuat dan dominan dalam politik dan ekonomi dunia.
Nilai-nilai wasatiyyah ekonomi Islam berangsur-angsur habis apabila kuasa-kuasa kolonial mempraktikkan sistem ekonomi modern yang berasaskan riba dan monopoli.***