Pemerintah Terbitkan Utang Neto Rp 282,6 Triliun sebagai Bagian Strategi Pembiayaan Defisit APBN
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Kamis, 10 April 2025 01:15 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Pemerintah telah menerbitkan utang neto sebanyak Rp 282,6 triliun hingga akhir Maret 2025, sebagai bagian dari strategi pembiayaan defisit APBN. Jumlah itu setara dengan 44 persen dari target pembiayaan utang tahun ini. Dari total pembiayaan anggaran sebesar Rp 250 triliun atau 40,6 persen dari pagu APBN 2025, sebagian besar dari Surat Berharga Negara (SBN) neto.
Hingga Maret 2025, defisit APBN sebesar Rp 104,2 triliun (0,43 persen dari PDB), meningkat dibanding bulan sebelumnya. Pendapatan negara tercatat Rp 516,1 triliun, atau 17,2 persen dari target Rp 3.005,1 triliun.
Komponen terbesar masih dari perpajakan sebesar Rp 400,1 triliun, terdiri atas penerimaan pajak Rp 322,6 triliun, serta kepabeanan dan cukai Rp 77,5 triliun.
Baca Juga: Presiden Prabowo Subianto Teken Perpres Rincian APBN Tahun Anggaran 2025
Sementara, belanja negara Rp 620,3 triliun atau 17,1 persen dari total pagu. Belanja pemerintah pusat sebesar Rp 413,2 triliun, sedangkan transfer ke daerah (TKD) tersalurkan Rp 207,1 triliun atau 22,5 persen dari target.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah menyiapkan 5 kebijakan yang dapat mengurangi beban pelaku usaha hingga 14 persen, sebagai bentuk negosiasi atas tarif resiprokal 32 persen yang ditetapkan Presiden AS Donald Trump.
Pertama, memberikan percepatan proses pemeriksaaan, penyederhanaan restitusi, serta kemudahan perizinan dan pengawasan perbatasan. Langkah itu, setara dengan memotong tarif 2 persen.
Baca Juga: Kepala BGN Dadan Hindayana: Presiden Prabowo Pastikan Anggaran Makan Bergizi Gratis Cukup dari APBN
Kedua, memberikan penyesuaian tarif pajak penghasilan (PPh) Impor untuk produk tertentu seperti elektronik, seluler, dan laptop dari sebelumnya 2,5 persen menjadi 0,5 persen. Langkah ini dinilai setara dengan memangkas tarif 2 persen.
Ketiga, pemerintah memberikan penyesuaian tarif bea masuk produk asal AS dalam kategori most favored nation (MFN) sebesar 0-5 persen, dari sebelumnya 5-10 persen. Ini dapat memangkas beban tarif sebesar 5 persen.
Keempat, penyesuaian tarif bea keluar untuk produk sawit, yang dapat menurunkan beban tarif hingga 5 persen.
Baca Juga: Pengamat Adi Prayitno: Banten Berpotensi Diguyur APBN Setelah Dipimpin Andra Soni, Kader Gerindra
Kelima, pemerintah tengah mempercepat proses penerbitan kebijakan trade remedies seperti bea masuk anti dumping (BMAD), imbalan, dan safeguard menjadi dipercepat dari 30 hari ke 15 hari.
Presiden Prabowo minta Permendag No. 8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, yang mengatur relaksasi impor sejumlah komoditas termasuk tekstil, dicabut. Perintah tersebut disampaikan menyusul keluhan pelaku usaha, terutama industri tekstil dan produk tekstil (TPT), yang menuduh Permendag itu menjadi penyebab jatuhnya sektor TPT.
Ia juga memerintahkan untuk menghapus kuota impor, utamanya terhadap komoditas yang menyangkut hajat hidup orang banyak, salah satunya daging sapi.
Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani: Pemerintah Pastikan Program Tiga Juta Rumah Tak Bebani APBN
Prabowo mengatakan, kuota impor bakal lebih fleksibel untuk siapa saja yang mampu melakukan impor. Dia menginstruksikan Mentan Andi Amran Sulaiman dan Mendag Budi Santoso untuk membuka peluang impor komoditas tersebut bagi siapa pun.
Terpisah, Sekjen Kemendag, Isy Karim mengatakan, revisi Permendag No. 8/2024 masih dalam proses review. Pembahasan itu, kata dia, termasuk juga soal permintaan Presiden Prabowo untuk kembali memperluas keran impor di tengah ketegangan perang dagang imbas kebijakan tarif Presiden Donald Trump.
Apalagi, kata Isy, pembahasan revisi Permendag itu juga harus melibatkan lintas lembaga, meliputi Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, hingga Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Baca Juga: Menteri Keuangan Sri Mulyani Umumkan APBN Tekor Rp31 Triliun
(BDS Alliance) ***