Pengamat Sari Lenggogeni: Wisatawan Generasi Z Gemari Pengalaman Lokal di Desa Wisata
- Penulis : Abriyanto
- Kamis, 06 Februari 2025 01:15 WIB
![image](https://img.orbitindonesia.com/2025/02/06/20250206010214Kunjungan-Wisatawan-Bali-2024-040225-fik-2.jpg)
ORBITINDONESIA.COM - Pengamat pariwisata dari Universitas Andalas, Sari Lenggogeni menyebut bahwa saat ini para wisatawan terutama dari kalangan generasi Z lebih gemar mencari pengalaman lokal yang dianggap menyenangkan di desa wisata.
Sari Lenggogeni, saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu, 5 Februari 2025 mengutip survei yang dilakukan sebuah platform pemesanan hotel, menyebutkan generasi Z mencari tempat wisata yang mengadopsi konsep berkelanjutan dan pengalaman lokal, yang kerap ditawarkan desa wisata.
Sari Lenggogeni menekankan, saat ini generasi Z memiliki ketertarikan untuk menjadi bagian dari sebuah budaya lokal. Misalnya, mulai dari tempat penginapan yang tradisional, menggunakan sepeda yang dipakai warga sehari-hari, dan aneka kebiasaan lainnya.
Baca Juga: Bakal Calon Bupati Bogor Gus Udin Gagas Ruang Kreatif Gen Z Agar Pengembangan SDM Tumbuh Organik
Gen Z, katanya, juga gemar datang ke destinasi seperti desa wisata yang dianggapnya tertata, mempunyai perkumpulan (komunal) yang spesifik.
“Misalnya apakah komunal dapur, ruang tamu komunal, macam-macam ya. Itu bisa diciptakan sehingga orang merasa ada interaksinya tinggi, ada kebersamaan di sana, ini yang harus dibuat atraksi-atraksi inovatif ini dan kesiapan kebersihan serta tata kelolanya, tata letak infrastruktur, tata kelola,” kata Sari.
Menurut Sari, minat yang besar tersebut tidak boleh membuat pengelola desa wisata melupakan prinsip lokal. Semua pihak yang terlibat diharapkan tetap menjunjung tinggi nilai, kepercayaan serta aturan-aturan yang ada untuk diikuti oleh para wisatawan.
Baca Juga: LSI Denny JA: Tingkat Kepuasan Gen Z terhadap Jokowi 85,9 Persen
“Misalnya tata ruangnya seperti di Bali juga ada kan ada asas-asas, itu prinsip dalam membangun suatu daerah, di Toba pun juga seperti itu. Ini yang harus dijaga. Ini harus dikawal bersama secara bottom up dan top down,” ujar dia.
Hal lain yang juga dicari oleh wisatawan dari kalangan Gen Z adalah pengalaman slow living (hidup dalam laju lambat) yang dianggap menenangkan. Para wisatawan menganggap bahwa slow living yang otentik datang dari nilai-nilai yang diterapkan oleh desa wisata itu sendiri.
Biasanya wisatawan yang ingin melakukan slow living bakal menghabiskan waktu sekitar tujuh hari atau lebih untuk menetap menikmati kebudayaan dan keseharian warga lokal di satu tempat. Berbeda dengan fast tourism (berwisata dalam waktu kunjung singkat) yang hanya menghabiskan waktu selama tiga atau empat hari.
Oleh karena itu, Sari berharap Kementerian Pariwisata dapat memperhatikan kluster desa wisata dan menentukan mana desa yang harus dijadikan prioritas, termasuk desa-desa yang sudah mendapatkan penghargaan internasional.