DECEMBER 9, 2022
Puisi

Puisi Esai Denny JA: Sebagai Imigran, Ia Masih Luka

image
Ilustrasi (Istimewa)

Ahmad, seorang imam muda,
berjalan di reruntuhan mimpi.
Masjidnya sunyi,
jemaatnya bersembunyi.
“Imigran!” mereka teriaki dia,
seakan nama itu dosa yang tak terampuni.

Mata anak-anak Ahmad dipenuhi takut.
Setiap langkah adalah jejak luka,
setiap pintu yang diketuk adalah ancaman,
setiap malam adalah mimpi buruk yang tak usai.

-000-

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Bom itu Meledak di Satu Sahur, di Bulan Puasa, di Gaza

Media sosial, sang penjaja ilusi,
menjual kebencian demi sebuah klik,
memahat prasangka dengan tangan algoritma,
memecah manusia menjadi potongan-potongan kecil
yang saling menikam dalam gelap.

Namun siapa peduli?
Di belakang layar, mereka hitung uang.
Sementara Ahmad menghitung doa,
dan pecahan kaca di lantai masjidnya.

Ahmad berdiri di mimbar,
matahari kembali menyentuh kota itu.
“Semesta menguji kita,” katanya,
“dengan kebohongan ini, dengan luka ini.”

Baca Juga: Puisi Denny JA: Nasionalisme di Era Algoritma

“Tapi kita takkan menyerah pada kebencian.
Cinta adalah senjata yang mereka tak mengerti.”
Suaranya gemetar,
namun di matanya, ada api yang takkan padam.

-000-

Di Southport, langit mulai biru,
tapi luka Ahmad tetap basah.
Ia berjalan ke taman,
melihat anak-anaknya bermain,
namun selalu ada bayangan:
ketakutan yang menggantung seperti awan abu-abu.

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Kabarkan Kisah Bunga yang Dipanah

“Sebagai imigran,” katanya pelan,
“aku adalah tamu di rumah mereka,
namun aku tetap luka,
karena dunia lebih percaya pada dusta,
daripada senyumanku.”

Halaman:

Berita Terkait