DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Sastri Bakry Mengikuti the World Thinkers n Writers Peace Meet di Kolkata, India

image
Sastri Bakry mengikuti the World Thinkers n Writers Meet di Kolkata (Foto: Istimewa)

Namun pertanyaan menarik Dr Sudipto memang harus dijawab. Tapi untuk menjawab secara teori sastra, lebih spesifik lagi puisi kenapa seperti itu, tentu saja saya tidak ahli.

Saya hanya mengatakan bahwa sastra adalah seni mengungkapkan ide, pikiran, gagasan, perasaan dalam permainan kata, simbol, metafora bersifat imajinatif, cermin kenyataan, atau fakta data asli. Salah satunya adalah puisi.

Ketika menulis puisi kita berharap orang paham akan makna puisi. Ketika dinikmati publik tentu perlu mencuri perhatian publik. Segala bentuk seni bisa digunakan agar pesan puisinya sampai ke audiens. Apakah dengan puisi saja atau kombinasi berupa tari, nyanyi, teater, musik dan lain-lain. 

Baca Juga: Sastri Bakry: Anugerah Penyair Prolifik

Jona Burghardt, penyair Argentina, memperkuat pendapat saya dengan mengatakan seni di era sekarang adalah yang penting semua orang memahami, mengerti dengan idea kreatif yang disampaikan. Bukan soal keindahan kata-kata saja tapi pesannya tak dipahami orang. 

Penyair Irak, Muniam Alfaker, yang sekarang menetap di Denmark menceritakan tentang keterbatasan penyair Irak. Tapi mereka tetap ingin menyuarakan dan mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka di mana pun berada, agar kita peduli dengan sesama

Prof Malachi Edwin penyair dari Universitas Nottingham, Malaysia, menjelaskan puisi bukan bicara diri kita sendiri tetapi bagaimana merefleksikan pikiran kita dan perasaan kita tentang sekeliling kita sebagai bukti kepedulian lingkungan. Kepekaan seniman penyair itulah yang ingin diasuh lewat puisinya. 

Baca Juga: Diskusi Satupena, Sastri Bakry: Ajang Kesenian dan Budaya Itu Bukan Cuma Mengajukan Proposal

Diskusi semakin menarik ketika sampai pada pembahasan buku Love n Lost, karya Prof Malachi Edwin Malaysia. Ia mengatakan tidak perlu dalam sebuah karya mengekspresikan hal yang besar. Cukup sederhana saja tapi menyentuh masalah manusia.

Puisi- puisi Kahlil Gibran menjadi perhatian karena sangat menunjukkan eksistensi diri dan ekspresikan emosi. Soal cinta dan kehilangan itu masalah yang selalu menyentuh manusia dan abadi. Tinggal bagaimana kita mengungkapkannya dengan bahasa yang indah. 

Seorang dosen di Universitas Adamas, yang juga ahli memainkan 7 alat musik, bertanya dan mengungkapkan rasa senangnya jika puisi dipadu dengan musik. Ia mempertanyakan tentang sebagian penyair yang enggan berkolaborasi dan menutup diri. Hanya mau membaca puisi dengan biasa saja. 

Baca Juga: Sastri Bakry dan Vani Talenta Tampil pada Pertemuan Para Penulis dan Pemikir Dunia di India

Memang penyair, musisi, seniman berkarya sendiri dalam imajinasi kreatifnya. Bahkan bisa disebut dalam sunyi sepi tapi ketika hasilnya dipublikasikan diperlukan kolaborasi. Dan bisa dinikmati banyak orang. 

Halaman:
1
2
3
4

Berita Terkait