DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Renungan Sumpah Pemuda, Warna Nasionalisme di Era Algoritma

image
Catatan Denny JA: Renungan Sumpah Pemuda, Warna Nasionalisme di Era Algoritma. (istimewa)

Namun, globalisasi membawa perubahan. Nasionalisme mulai terbuka pada pengaruh asing. Menjadi bagian bangsa bukan berarti menolak dunia luar. 

Nasionalisme berkembang menjadi semangat yang menyerap nilai-nilai baru. Identitas kebangsaan Indonesia menjadi campuran, tradisi dan modernitas.

Kini, di era algoritma, nasionalisme mengalami babak baru. Identitas kebangsaan tidak lagi tercipta melalui sejarah atau pendidikan. Ia terbentuk oleh layar digital dan konten. 

Baca Juga: Catatan Denny JA: Wahai Para Esoteris, Berkumpulah

Generasi baru membangun kebangsaan mereka dari realitas yang dibentuk algoritma. Nasionalisme menjadi lebih fleksibel, tetapi juga lebih rentan.

Menjaga Nasionalisme di Era Algoritma

Menghadapi era algoritma, setiap individu harus siap dan disiapkan. Jangan sampai terjadi Algoritma  menjadi tuan dan individu budaknya.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Hukum Pertama Hidup Bermakna, Hubungan Personal

Kita butuh literasi digital yang mendalam. Masyarakat perlu menyadari dan memilih pengaruh algoritma pada identitas mereka. 

Di negara-negara maju, literasi digital menjadi prioritas. Masyarakat diajarkan untuk berpikir kritis, menyaring informasi yang mereka konsumsi, sejak di sekolah.

Selain itu, transparansi algoritma sangat penting. Platform digital perlu terbuka soal bagaimana informasi dipilih. Hal ini mengurangi manipulasi informasi yang tak disadari.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Hukum Kedua Hidup Bermakna, Positivity

Warna nasionalisme setiap individu jangan ditentukan algoritma semata.

Halaman:
1
2
3
4

Berita Terkait