DECEMBER 9, 2022
Ekonomi Bisnis

Indef: Aturan Pengetatan di UU Kesehatan Berdampak Negatif Bagi Industri Hasil Tembakau Domestik

image
ilustrasi. Pakta Konsumen menilai rencana aturan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) tidak tepat untuk dilakukan. (ANTARA/Ist)

ORBITINDONESIA.COM - Institute for Development of Economics and Finance atau Indef menilai, kebijakan terkait industri rokok yang tertera pada PP 28/2024 atau UU Kesehatan berpotensi memberikan dampak kurang baik bagi industri hasil tembakau (IHT) domestik.

Peneliti Indef Tauhid Ahmad dalam pernyataan di Jakarta, Selasa, 15 Oktober 2024 mengatakan, jika aturan turunan yang mengatur soal kemasan rokok polos tanpa merek, larangan berjualan di sekitar satuan pendidikan dan tempat bermain anak, dan pembatasan iklan luar ruang ini bisa berpotensi mengurangi pendapatan mencapai Rp308 triliun atau setara dengan 1,5 persen dari PDB.

Selain itu, kata Indef, dampak terhadap penerimaan perpajakan dari industri rokok diperkirakan mencapai Rp160,6 triliun yang setara dengan 7 persen dari total penerimaan perpajakan nasional.

Baca Juga: Dokter Dimple Nagrani: Asap Rokok dan Polisi Udara di Kota Besar Dapat Menyebabkan Iritasi pada Kulit Anak

"Kebijakan ini juga berpotensi mempengaruhi sekitar 2,3 juta tenaga kerja di sektor IHT dan produk turunannya atau 1,6 persen dari total penduduk bekerja," katanya.

Menurutnya, kebijakan PP 28/2024 serta Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) perlu melibatkan setiap pemangku kepentingan dalam ekosistem IHT, bukan hanya pelaku usaha, namun juga kementerian dan lembaga yang terlibat.

Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki ekosistem IHT yang kompleks dan berbeda dari negara lain yang telah meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), di mana negara-negara tersebut bukan merupakan negara penghasil tembakau maupun produk turunannya, serta memiliki kontribusi pajak rokok yang relatif rendah.

Baca Juga: Pengamat Komunikasi Suko Widodo: Aturan Kemasan Rokok Polos Akan Mendorong Peran Pelaku Industri kreatif

Lebih lanjut, Ketua Umum Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS menyampaikan aturan yang saat ini berlaku yakni Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012), dinilai sudah komprehensif mengatur pengendalian produk tembakau.

"Aturan tersebut sebaiknya dipertahankan dan diperkuat implementasinya, bukan diganti tanpa ada evaluasi secara komprehensif," katanya.

Dikatakan Sudarto, saat ini ada 143 ribu anggota FSP RTMM-SPSI yang menggantungkan nasibnya pada sektor IHT sebagai tenaga kerja pabrikan, sehingga diharapkan pemerintah memitigasi dampak yang timbul dari realisasi aturan baru tersebut.

Baca Juga: Kabupaten Majalengka Jawa Barat Intensifkan Razia Kurangi Peredaran Rokok Ilegal yang Tanpa Pita Cukai

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan tidak ada keluhan dari pelaku industri dalam negeri terkait implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (PP Kesehatan).

"Kalau mengeluhkan sih tidak, tapi ada kekhawatiran. Ya biasalah perubahan-perubahan itu ada kekhawatiran," kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika ditemui di Jakarta, Selasa, 20 Agustus 2024. ***

Sumber: Antara

Berita Terkait