Koordinator Khusus PBB, Jeanine Hennis-Plasschaert Mengutuk Serangan Pager Mematikan di Seluruh Lebanon
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Rabu, 18 September 2024 10:42 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Koordinator Khusus PBB untuk Lebanon, Jeanine Hennis-Plasschaert, "sangat mengutuk" serangan mematikan yang terjadi di seluruh Lebanon pada Selasa, 17 September 2024.
"Sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional, ia mengingatkan semua pihak yang terlibat bahwa warga sipil bukanlah target serangan dan harus dilindungi setiap saat. Bahkan satu korban sipil saja sudah terlalu banyak," demikian Jeanine Hennis-Plasschaert, menurut sebuah pernyataan.
"Perkembangan hari ini menandai eskalasi yang sangat mengkhawatirkan dalam konteks yang sudah sangat tidak stabil dan tidak dapat diterima," kata Jeanine Hennis-Plasschaert sesuai pernyataan tersebut.
Baca Juga: Tiga Petugas Medis Tewas dan Dua Lainnya Terluka Dalam Serangan Udara Israel di Lebanon Selatan
Pernyataan ini muncul setelah sedikitnya sembilan orang, termasuk anak-anak, tewas dan ribuan lainnya terluka dalam ledakan serentak alat penyeranta (pager) di sejumlah wilayah di Lebanon.
Hennis-Plasschaert mendesak semua pihak yang terlibat untuk menahan diri dari "tindakan lebih lanjut atau retorika yang menghasut," yang dapat memicu ketegangan yang lebih luas, yang tidak diinginkan oleh siapa pun.
Ia menekankan pentingnya segera memulihkan ketenangan dan mendorong semua pihak "untuk mengutamakan stabilitas sebagai hal yang utama."
Baca Juga: Sembilan Tewas dan Ribuan Terluka Dalam Ledakan Massal Penyeranta di Lebanon, Diduga Ulah Israel
Kelompok perlawanan Lebanon, Hizbullah, menuduh Israel bertanggung jawab penuh atas ledakan nirkabel tersebut dan bersumpah akan melakukan "pembalasan yang adil dari tempat-tempat yang tak terduga."
Tidak ada komentar langsung dari pihak Israel.
Ledakan massal ini terjadi di tengah serangan lintas perbatasan antara Hizbullah dan Israel, dengan latar belakang serangan brutal Israel di Jalur Gaza yang telah menewaskan lebih dari 41.200 korban, kebanyakan wanita dan anak-anak, setelah serangan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu.***