KKP: Ikan Alligator Gar Dilarang Dipelihara dan Diperjualbelikan Karena Bisa Merusak Ekosistem Perairan
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Rabu, 18 September 2024 06:50 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan, memelihara dan memperjualbelikan ikan alligator gar di Indonesia dilarang karena berpotensi membahayakan populasi ikan lain serta dapat merusak ekosistem perairan.
Larangan ikan alligator gar ini sendiri telah termaktub melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 19/PERMEN KP/2020 tentang Larangan Pemasukan, Pembudidayaan, Peredaran, dan Pengeluaran Jenis Ikan yang Membahayakan dan/atau Merugikan ke Dalam dan Dari Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono (Ipunk) dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa, 17 September 2024 menjelaskan, ikan alligator gar termasuk dalam jenis ikan yang membahayakan dan/atau merugikan yang bersifat buas atau pemangsa bagi ikan spesies lain apabila lepas di perairan Indonesia.
Baca Juga: Andi Salim: Pemerintah Harus Serius Mengembangkan Sektor Kelautan dan Perikanan
“Alligator gar bukan ikan yang berasal dari Indonesia. Apabila ikan ini lepas ke perairan umum, bisa mengancam penurunan populasi ikan lainnya dan akan merusak ekosistem perairan tersebut,” katanya.
Ipunk menambahkan bahwa hingga saat ini sudah banyak kasus ekosistem perairan yang rusak akibat keberadaan ikan berbahaya maupun merugikan tersebut.
Di Waduk Sermo, Daerah Istimewa Yogyakarta, lanjut dja populasi ikan red devil telah mengalahkan ikan endemik waduk tersebut, di antaranya ikan nila, wader, nilem dan tawes.
Di Waduk Wonorejo juga ditemukan ikan red devil yang menginvasi waduk tersebut. Kemudian pada sungai-sungai di Palembang, populasi ikan belida turut terancam punah akibat keberadaan ikan sapu-sapu.
Belum lagi ekosistem Danau Toba yang juga telah rusak akibat invasi ikan red devil, sehingga ikan batak, ikan mas, ikan jurung, mujair, pora-pora dan tiri-tiri kini langka ditemukan di perairan tersebut.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan Suharta mengungkapkan, Direktorat Jenderal PSDKP bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi/Kabupaten/Kota dan Polairud, dalam kurun dua tahun terakhir (2023-2024) telah melakukan 18 kali penindakan terhadap ikan berbahaya dan/atau merugikan yang ditemukan di beberapa lokasi di DIY, Jakarta, Blitar serta Pontianak.
Baca Juga: Kampanye di Pelabuhan Perikanan, Nelayan Minta Gibran Bikin Aturan yang Memudahkan Penjualan Ikan
Adapun sebanyak 186 ikan berbahaya dan/atau merugikan yang terdiri dari arapaima, alligator gar, dan piranha telah dimusnahkan dalam operasi pengawasan tersebut.
“Tak hanya penindakan, kami juga melakukan upaya preventif melalui edukasi kepada pelaku usaha pembudidaya ikan, penghobi ikan hias, pedagang ikan hias, serta Pokmaswas mengenai larangan memelihara dan/atau melepasliarkan ikan berbahaya dan/atau merugikan. Terakhir kami lakukan di Blitar dan DIY,” jelasnya.***