DECEMBER 9, 2022
Ekonomi Bisnis

Ketua AAJI Budi Tampubolon: Pendapatan Premi Industri Asuransi Jiwa Nasional Mencapai Rp88,49 Triliun

image
Kiri ke kanan : Kepala Departemen Riset dan Pengembangan (R&D) AAJI Benny Hadiwibowo, Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon, serta Ketua Bidang Literasi dan Perlindungan Konsumen AAJI Freddy Thamrin menghadiri Konferensi Pers Kinerja Industri Asuransi Jiwa Semester I 2024 di Rumah AAJI, Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2024. ANTARA/Uyu Septiyati Liman.

ORBITINDONESIA.COM - Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia atau AAJI menyatakan, total pendapatan premi industri asuransi jiwa nasional tumbuh 2,6 persen "year-on-year(yoy) pada semester I tahun ini menjadi Rp88,49 triliun.

“Sejak awal tahun hingga Juni 2024, kami melihat adanya sinyal positif pertumbuhan industri asuransi jiwa. Ini jadi kekuatan modal bagi kami untuk semakin memperkuat strategi bisnis di sisa tahun ini,” kata Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon di Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2024.

Berdasarkan jenis produk, ia menjelaskan bahwa pendapatan premi dari produk asuransi jiwa tradisional tercatat sebesar Rp51,81 triliun atau naik 18,6 persen yoy.

Baca Juga: Bioskop Trans TV 24 Maret 2023: The Commuter, Ketika Sales Asuransi Pecahkan Misteri Konspirasi Demi Uang

Sedangkan pendapatan premi dari produk asuransi jiwa "unit link" atau disebut juga produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) tercatat sebesar Rp36,68 triliun, turun 13,8 persen yoy.

Sementara itu, dilihat dari cara pembayaran, Budi mengatakan industri asuransi jiwa mendapatkan Rp59,9 triliun melalui pembayaran premi secara reguler, sementara sisanya sebesar Rp35,51 triliun merupakan pendapatan premi tunggal.

Pendapatan premi melalui pembayaran secara reguler tersebut tercatat naik sebesar 5,2 persen yoy, sedangkan pendapatan premi dengan pembayaran tunggal tersebut menurun sebesar satu persen yoy.

Baca Juga: Ketua AAJI Budi Tampubolon: Digitalisasi Jadi Arah Pengembangan Industri Asuransi Nasional

“Peningkatan pendapatan premi yang dibayarkan secara berkala ini menggambarkan keberlanjutan bisnis asuransi jiwa. Hal ini juga menjadi indikasi bahwa masyarakat Indonesia semakin memahami fungsi utama asuransi jiwa sebagai proteksi jangka panjang,” ujarnya.

Berdasarkan unit usaha, pendapatan premi pelaku asuransi jiwa konvensional maupun syariah sama-sama mengalami peningkatan, yakni masing-masing sebesar 1,9 persen yoy dan 7,6 persen yoy.

Jumlah pendapatan premi asuransi jiwa konvensional mencapai Rp77,41 triliun pada semester I tahun ini, sedangkan pendapatan premi asuransi jiwa syariah tercatat sebesar Rp11,08 triliun.

Baca Juga: Keuangan tidak Sehat, Otoritas Jasa Keuangan Cabut Izin Usaha PT Asuransi Jiwa Kresna

“Pertumbuhan total pendapatan premi pada semester I 2024 ini didorong oleh performa yang baik pada setiap kanal distribusi yang ada di industri asuransi jiwa,” katanya.

Budi menyampaikan bahwa menurut kanal distribusi, pendapatan premi tertinggi berasal dari kanal distribusi "bancassurance" yang mencatatkan pendapatan premi sebesar Rp36,92 triliun, atau naik 1,3 persen yoy.

Sedangkan kanal distribusi keagenan dan kanal distribusi alternatif masing-masing mengalami peningkatan pendapatan sebesar 3,4 persen yoy menjadi Rp27,94 triliun dan 3,8 persen yoy menjadi Rp23,64 triliun.

Baca Juga: Ketua Umum GAIKINDO Yohanes Nangoi: Aturan Wajib Asuransi Bagi Kendaraan Jangan Diterapkan Sekarang

Tidak hanya pendapatan premi, ia mengatakan bahwa peningkatan juga terjadi pada total aset industri asuransi jiwa, yakni sebesar 0,3 persen yoy menjadi Rp616,91 triliun.

Namun, kondisi yang sama tidak terjadi pada hasil investasi industri asuransi jiwa. Hasil investasi menurun sebesar 26,4 persen yoy menjadi Rp12,32 triliun.

Hal tersebut pun berdampak pada total pendapatan para pelaku industri asuransi jiwa pada semester I 2024 yang turun 1,9 persen yoy menjadi Rp105,25 triliun.

Baca Juga: OJK: Aset Asuransi Jiwasraya Dilelang untuk Jamin Kewajiban Kepada Pemegang Polis Lebih Baik

“Penurunan ini tentunya tidak terlepas dari pengaruh kondisi ekonomi terutama saat arus investasi di pasar modal tertekan. Hal ini terlihat dari pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang turun sejak awal tahun,” imbuh Budi.***

Sumber: Antara

Berita Terkait