Kedutaan Besar Indonesia di Beijing Jalin Pertemuan dengan Guiqiao Menjelang Peringatan Kemerdekaan
- Penulis : Krista Riyanto
- Sabtu, 10 Agustus 2024 08:44 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beijing menjalin pertemuan dengan guiqiao atau friends of Indonesia menjelang peringatan kemerdekaan 17 Agustus.
"Memang tradisi kami di sini adalah mengundang friend of Indonesia sebelum 17 Agustus, meski hujan lebat tapi kami senang tetap banyak yang datang dan kita bisa sama-sama menikmati masakan Indonesia," kata Duta Besar untuk China dan Mongolia Djauhari Oratmangun di Wisma Indonesia, kompleks KBRI Beijing, Jumat 9 Agustus 2024 malam.
Guiqiao merujuk kepada mereka yang lahir dan telah tinggal di luar China tapi kemudian bermigrasi ke negara asal leluhur mereka. Migrasi ditafsirkan pemerintah China sebagai kembali ke rumah atau gui, sedangkan qiao berarti perantau atau orang yang tinggal di luar negeri.
Baca Juga: Presiden China Xi Jinping dan PM Hongaria Viktor Orban Diskusikan Solusi Krisis Ukraina di Beijing
Istilah guiqiao ditetapkan oleh pemerintah China merujuk kepada orang China di perantauan yang kembali ke Tiongkok pada periode 1950-1960.
Sedangkan istilah yinni guiqiao merujuk kepada mereka yang lahir atau tinggal di Indonesia kemudian pindah ke China pada tahun tersebut dan kini telah menjadi warga negara China setelah menetap selama sekitar 60 tahun.
Hadir sekitar 20 guiqiao yang sebagian besar berusia lebih dari 80 tahun, ada yang datang bersama pasangan maupun anak-anak mereka.
Qguiqiao bernyanyi bersama. Mulai dari Rayuan Pulau Kelapa sampai lagu-lagu tradisional termasuk Sio Mama, Lisoi, sampai lagu anak Pepaya Mangga Pisang Jambu.
Salah seorang guiqiao, Li Kuitang (83 tahun) juga memberikan kenang-kenangan kepada Duta Besar Djauhari berupa lukisan karya istrinya untuk merayakan peringatan kemerdekaan Indonesia.
"Saya kembali ke China pada 1960, saat berusia 19 tahun," kata Li kepada ANTARA menggunakan bahasa Indonesia.
Baca Juga: KBRI Beijing Gelar Silaturahmi dengan Warga Guiqiao di China Jelang Peringatan HUT RI ke-79
Li yang sebelumnya tinggal di Bandung, Jawa Barat kemudian melanjutkan sekolah di Beijing dan kemudian bekerja di satu pabrik di Beijing bahkan menikah dengan istrinya yang adalah orang Beijing asli.
Ia mengaku senang bisa datang ke keduataan setahun sekali untuk bertemu duta besar dan staf maupun berkumpul dengan guiqiao lainnya.
"Awal mula perkumpulan ini saya tidak tahu, tapi saya diajak orang Bandung juga. Saya senang, kadang kami juga piknik, bisa di Beijing tapi juga ke Hangzhou, Shanghai, sampai Nanjing," tambah Li.
Li pun mengaku sudah pernah beberapa kali mengunjungi Bandung bersama istrinya, setelah kembali ke China.
Tang, perempuan berusia 83 tahun yang tidak bisa berbahasa Indonesia ini juga mengaku senang datang ke kegiatan tersebut karena kebetulan berkenalan dengan Benny, mahasiswa Indonesia program doktoral di Universitas Tsinghua, Beijing.
Tang yang menghabiskan masa kecilnya di Palembang, Sumatra Selatan, bertemu Benny yang juga berasal dari Palembang. Teman Tang, ternyata adalah kawan dari ayah Benny yang pernah sama-sama mengurus satu klenteng di Palembang.
Leluhur Tang dan Benny juga sama-sama berasal dari Anxi, provinsi Fujian.
Kalangan guiqiao kembali ke China didorong dengan berdirinya Republik Rakyat China pada 1949 namun juga kebijakan pemerintah Indonesia waktu itu yang ingin mengembalikan etnis Tionghoa.
Ada sekitar 600 ribu orang China di perantauan dari Indonesia, Malaysia, Myanmar dan negara lain di Asia Tenggara yang kembali ke China pada periode 1960-an tanpa memandang kewarganegaraan, usia, waktu kepulangan, dan apakah kepulangan tersebut bersifat sukarela atau terpaksa. ***