DPR Filipina Undang Mantan Presiden Rodrigo Duterte Hadiri Rapat tentang Perang Narkoba dan Isu HAM
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Rabu, 26 Juni 2024 05:38 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Komite Hak Asasi Manusia DPR Filipina pada Selasa, 25 Juni 2024, menyetujui mosi untuk mengundang mantan presiden Rodrigo Duterte guna menghadiri sidang rapat mengenai perang narkoba yang dilakukan pemerintahan sebelumnya.
Dalam mosi tersebut, juga mengundang Senator Ronald dela Rosa, yang dahulu menjabat sebagai kepala Kepolisian Nasional Filipina pada periode 2016 hingga 2018 di puncak perang narkoba pemerintahan Rodrigo Duterte.
Dalam sidang ketiga, panel DPR menyetujui usulan anggota Partai Gabriela, Arlene Brosas, yang didukung oleh anggota Partai Guru ACT, anggota Parlemen France Castro, untuk mengundang Rodrigo Duterte.
Baca Juga: AS Dukung Manila Terkait Tabrakan Kapal Filipina-China di Laut China Selatan
"Ketua, saya mengundang mantan presiden Rodrigo Duterte dan, tentu saja, Senator Bato dela Rosa untuk mengatasi dugaan permasalahan yang diajukan oleh keluarga korban pembunuhan di luar hukum,” kata Brosas dalam persidangan.
Ketua Komite dan Perwakilan Distrik 6 Manila Bienvenido Abante Jr juga menyarankan untuk mengundang Duterte dan Dela Rosa untuk mendengarkan kesaksian keluarga korban. “Sidang ini sudah kami informasikan kepada mantan presiden, jadi dia tahu,” kata Abante.
“Untuk sidang keempat, saya akan mengundang Senator Bato dela Rosa dan mantan presiden untuk datang dan mendengarkan kesaksian Anda," ujar dia.
Abante menekankan pentingnya penyelidikan ini untuk mencari kebenaran dan akuntabilitas, karena bertujuan untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia selama perang narkoba Duterte.
“Kami berkomitmen untuk melindungi saksi dan memberikan dukungan kepada korban. Dewan Perwakilan Rakyat ada di sini untuk mendukung Anda, melindungi hak-hak Anda, dan memastikan keselamatan Anda," kata dia.
Data pemerintah menunjukkan bahwa lebih dari 6.200 tersangka narkoba tewas dalam operasi anti-narkotika dari Juni 2016 hingga November 2021.
Namun, organisasi hak asasi manusia setempat memperkirakan jumlah korban tewas bisa mencapai lebih dari 20.000 orang, dan sebagian besar berdampak pada masyarakat miskin. ***