China Tolak Upaya Filipina yang Minta Persetujuan PBB untuk Perluas Landas Kontinen di Laut China Selatan
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Rabu, 19 Juni 2024 01:55 WIB
ORBITINDONESIA.COM - China menolak langkah Filipina untuk meminta persetujuan PBB guna memperluas landas kontinennya di Laut China Selatan dan mengamankan hak "eksklusif" untuk mengeksploitasi sumber daya bawah laut, menurut laporan media pemerintah pada Senin, 17 Juni 2024.
"Filipina secara sepihak mengajukan kasus mengenai penetapan batas landas kontinen terluar di Laut China Selatan, yang melanggar hak kedaulatan dan yurisdiksi China," kata Juru Bicara Menteri Luar Negeri China, Lin Jian, menurut Global Times.
"Aksi ini melanggar hukum internasional, termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), dan bertentangan dengan ketentuan terkait Deklarasi tentang Perilaku Para Pihak di Laut China Selatan," tambahnya.
Baca Juga: Filipina Ajukan Klaim ke PBB Guna Perpanjang Landas Kontinen di Laut China Selatan
Beberapa diplomat Filipina di PBB menyampaikan informasi kepada Komisi PBB tentang Batas Landas Kontinen pada Jumat, 14 Juni 2024 untuk "mendaftarkan hak negara tersebut atas landas kontinen yang diperluas, atau ECS, di Wilayah Palawan Barat" laut tersebut, menurut Departemen Luar Negeri Filipina.
Namun, berdasarkan Aturan Prosedur komisi tersebut, jika kasus yang diajukan Filipina melibatkan wilayah yang disengketakan, komisi tersebut tidak boleh mempertimbangkan atau mengakuinya, kata Lin.
Hubungan antara Manila dan Beijing memburuk karena pertikaian lama atas wilayah di Laut China Selatan.
Baca Juga: AS Dukung Manila Terkait Tabrakan Kapal Filipina-China di Laut China Selatan
Beijing mengklaim wilayah maritim luas di sana berdasarkan "sembilan garis putus-putus" yang membentang ratusan mil ke selatan dan timur dari provinsi paling selatan, Hainan, yang menurut putusan Pengadilan Arbitrase Tetap yang berbasis di Den Haag pada 2016 tidak memiliki dasar hukum berdasarkan hukum internasional.
Namun, China menolak putusan itu dan telah berunding dengan Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) sejak 2002 untuk menetapkan kode etik di laut yang disengketakan tersebut. ***