Badan Geologi Sebut Penggunaan Air Tanah Tak Perlu Rekomendasi dari BBWS
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Kamis, 23 Mei 2024 02:38 WIB
Dalam Kepmen dijelaskan, kondisi air tanah dibagi menjadi 4, yaitu aman, rawan, kritis, dan rusak. Kalau kondisinya ‘aman’ itu masih boleh izin baru maupun perpanjangan. Kondisi rawan juga masih boleh.
“Tapi, jika kondisinya masuk kategori ‘kritis’ dan ‘rusak’, itu nanti tergantung dari hasil peta konservasinya dapatnya bisa berapa, atau dari hasil uji pemompaannya debitnya bisa berapa,” tukasnya.
Jika kondisi air tanahnya itu kritis, menurut Budi, untuk perpanjangan izin selanjutnya akan dilakukan pengurangan kuota debit airnya sebanyak 25% dari SIPA lama. Jadi, misalnya sebelumnya 100 meter kubik, untuk yang selanjutnya akan dikurangi 25% menjadi 75 meter kubik.
Baca Juga: Rekomendasi 5 Wisata Air Terjun di Bali: Kombinasi Sempurna antara Petualangan Alam dan Budaya
Sedang kalau kondisi air tanahnya rusak, akan dilakukan pengurangan kuota debit airnya sebanyak 50% dari SIPA lama. “Jadi, jika dalam SIPA lama kuotanya 100 meter kubik, untuk selanjutnya akan berkurang menjadi 50 meter kubik,” tuturnya.
Kenapa kuota debit airnya dikurangi, menurut Budi, hal itu untuk memberi kesempatan kepada badan usaha agar mau mencukupi kebutuhan airnya dari sumber yang lain atau mau relokasi tempat usahanya.
“Jadi, perusahaannya tidak kita berhentikan tapi hanya kita kurangi kuotanya. Karena kalau kita stop begitu saja kan perusahaannya bisa kolaps nanti. Jadi, kita beri kesempatan mereka untuk merencanakan, apakah mereka mau misalnya kerjasama dengan PDAM atau membuat water treatment, ambil dari air sungai misalnya atau mau merelokasi badan usahanya,” ungkapnya. ***
Baca Juga: Air Minum Jernih Belum Tentu Bersih, Nadine Chandrawinata Pilih AMDK yang 100 Persen Murni