Buku Karya Trie Edi Mulyani Mengintip Dapur Diplomasi Indonesia di Luar Negeri
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Minggu, 19 Mei 2024 07:17 WIB
Kebiasaan makan pakai tangan, yang menurut sebagian orang adalah suatu kenikmatan luar biasa, ternyata bisa menjadi masalah hukum di Norwegia.
Di negara Nordik itu, kata Esti, makan pakai tangan, termasuk saat menyuapi anak balita, merupakan kebiasaan yang sulit diterima masyarakat.
Kebiasaan itu dianggap tidak higienis, khususnya bagi anak-anak balita, serta menyalahi etika bersantap dalam tradisi setempat.
Baca Juga: Dewan Kota Barcelona Tangguhkan Hubungan Diplomatik dengan Israel
"Banyak kasus anak para pendatang yang diambil alih pengasuhannya oleh pemerintah Norwegia akibat penerapan tradisi pengasuhan yang bertentangan dengan tradisi dan aturan setempat," tulis Esti.
Mission impossible
Tidak jarang diplomat dihadapkan pada krisis di negara tempat penugasan, yang mengharuskan mereka cekatan dalam mengantisipasi keadaan terburuk.
Baca Juga: Maria Zakharova: Sudah Seribu Lebih Diplomat Rusia Diusir dari Negara-negara NATO
A.M Fachir adalah salah satunya. Ia menjalani satu hari yang menegangkan ketika bertugas sebagai duta besar untuk Mesir, negara yang dilanda gejolak revolusi pada 25 Januari 2011.
Pada masa itu, berbagai negara di Timur Tengah sedang dilanda gelombang aksi protes yang dikenal sebagai "Arab Spring".
Di tengah situasi yang memanas di Kairo, sang dubes dan tim KBRI dalam waktu singkat harus mempersiapkan kloter pertama evakuasi warga negara Indonesia -- berdasarkan arahan Presiden RI saat itu Susilo Bambang Yudhoyono.
Baca Juga: Menlu RI Retno Marsudi Kecam Serangan Israel Terhadap Fasilitas Diplomatik Iran di Damaskus Suriah
Yang menjadi tantangan adalah bahwa tim KBRI harus berpacu dengan waktu. Mereka hanya punya waktu 18 jam untuk mengumpulkan serta memilah 400 WNI yang masuk dalam skala prioritas kloter pertama.